My Ekspression

My Ekspression
Talk Less Do More

Senin, 16 Maret 2009

Pengarustamaan Gender dalam CBDRM : Pembelajaran dari program DREAM

Abstrak
Indonesia dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa adalah Negara keempat dengan populasi terpadat di dunia dan juga merupakan Negara yang berisiko bencana. Sampai sekarang ini rencana manajemen bencana nasional belum terumuskan. Kondisi ini menyebabkan sulitnya merancang rencana manajemen bencana di tingkat lokal. Wanita masih sangat termajinalkan. Dalam tingkat komunitas, kebiasaan dan kepercayaan (budaya dan agama) masih sangat patriarki/dominasi laki-laki, wanita hanya memiliki tempat yang sempit dalam publik dan hanya berperan dalam urusan rumah tangga saja. Kondisi ini membuaat DREaM – LPPM UPN “Veteran” Yogyakarta megimplementasikan program-program manajemen risiko bencana berbasis komunitas (CBDRM- community-based disaster risk management) melalui serangkaian kerjasama dengan NGO, CBO dan juga aktor lainnya. Dalam tiap programnya DREaM selalu berusaha bekerja dengan persamaan gender.
Konteks
Negara Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta jiwa adalah Negara keempat terpadat didunia. Dikepung oleh cincin api jalur penujaman lempeng di lautan “Ring of Fire”, memanjang sejauh 5.000 km, dan berbatasan dengan Negara Singapura, Malaysia, Philipina, Papua Nugini, Timor Timur dan Australia, Indonesia menempati ruangan geopolitical yang sama pentingnya dengan Negara lain.

Selain konflik, bencana alam seperti gempa bumi, kekeringan, kebakaran hutan, tanah longsor, tsunami dan letusan gunungapi juga sering terjadi di beberapa tempat di Negara Indonesia: kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera; gempa bumi di Bengkulu, Papua dan Flores; Tsunami di Flores dan letusan Gunungapi di Yogyakarta dan Flores; tanah longsor paling sering terjadi di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera dan Aceh; dan kekeringan di NTT dan Jawa. Peristiwa sekarang ini mengungkapakan bahwa bencana alam kerap terjadi, berdampak kepada manusia dan areal geografis.

Di sisi lain, beberapa aktor di dalam urusan manajemen bencana hanya terfokus pada tanggap darurat dan lemah akan koordinasi. Rancangan manajemen bencana nasional belumlah terumuskan. Badan koordinasi nasional untuk urusan manajemen bencana dan pengungsian (BAKORNAS PBP-Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana dan Pengungsi) dan satuan koordinasi pelaksana daerah juga bekerja hanya dalam konteks tanggap darurat.

DREaM – LPPM UPN “Veteran” Yogyakarta telah mengimplementasikan program-program manajemen bencana sejak tahun 2000 melalui serangkaian kerjasama dengan LSM dan CBO juga aktor lainnya untuk mengkampanyekan manajemen pengurangan risiko bencana berbasis komunitas (community-based disaster risk management - CBDRM). CBDRM adalah salah satu penguatan dan pemberdayaan masyarakat yang merupakan pembelajaran yang didedikasikan untuk membangun mekanisme internal di tingkat komunitas untuk memecahkan masalah mereka dengan tepat. Pendekatan partisipasi merupakan alat penting dalam program penguatan komunitas. Letusan gunungapi, gerakan massa dan banjir telah dilakukan karena terjadi di depan mata.

Manajemen risiko bencana merupakan topik yang menarik karena saat ini bencana telah menjadi menu harian kita di Indonesia. Dampak sosial yang ditimbulkan akibat bencana dapat: mengacaukan tatanan hidup normal, mengganggu kesehatan manusia, menghancurkan struktur sosial, meningkatnya kebutuhan secara tajam. Dalam konteks menajemen bancana, bencana dilihat sebagi bagian dari sebuah siklus manajemen bencana: (1) Bencana, (2) Bantuan darurat, (3) Rehabilitasi, (4) Rekonstruksi, (5) Pembangunan, (6) Pencegahan, (7) Mitigasi, dan (8) Kesiapsiagaan.
Tujuan DREaM
Kami memiliki visi “membangun sebuah komunitas yang memiliki kapasitas dalam mengelola sumber daya, risiko bencana, dan lingkungan, dengan cara demokratis, selaras dengan alam, dan berkesinambungan untuk kebaikan kita semua”

Visi tersebut menjadikan misi kami: (1) meningkatkan kapasitas manusia di tingkat komunitas dalam mengelola sumberdaya yang ada, dengan cara demokratis, selaras dangan alam dan berkesinambungan, (2) meningkatkan kapasitas manusia agar dapat menjaga kesinambungan komunitas berbasis manajemen bencana, (3) mendorong upaya manajemen lingkungan yang tidak memicu masalah atau risiko baru.

DREaM mendukung peningkatan kapasitas baik laki-laki maupun wanita di dalam komunitas untuk menanggulangi dan mengelola risiko bencana alam dan menganjurkan pemerintah dan para pelaku lain untuk memastikan kebutuhan spesifik dan hak-hak laki-laki dan wanita terpenuhi dengan pendekatan spesifik kemungkinan pembelaan terhadap kebutuhan wanita. DREaM juga mencoba mengajak pemerintah dan pelaku lain untuk tujuan perubahan positif dalam kebijakan-kebijakan, praktis-praktis, ide-ide dan kepercayaan dimana tanggungjawab dapat ditingkatkan dan dapat menjungjung tinggi hidup dan hak-hak laki-laki dan perempuan di tingkat komunitas yang terkena dampak bencana.
Mengenai Program DREaM
Sampai sekarang, pelaksanaan manajemen bencana formal di Indonesia hanya berdasarkan tanggap darurat, dengan pendekatan konvensional dan eksekusi melalui makanisme eksternal. Hasilnya, masyarakat cenderung mengabaikan program-program tersebut dan mungkin dapat memicu terjadinya kerentanan baru. Kondisi ini menjadikan DREaM memilih melaksanakan sebuah CBDRM malalui pendekatan penguatan kapasitas, dan melakukannya dengan mekanisme internal. Pemahaman akan siklus bencana harus dipahami secara menyeluruh (holistik), dan dalam implementasinya menekankan pada membangun kewaspadaan masyarakat dalam tahap kesiapsiagaan dan tahap pencegahan-mitigasi.

Program CBDRM di kawasan rawan banjir wilayah Jawa Tengah telah dimulai dengan studi kasus, pengaruh dan respon masyarakat terhadap banjir. Program dilakukan di kawasan yang mudah terjadi banjir di Jawa Tengah khususnya di daerah aliran sungai Telemoyo Kabupaten Kebumen, selatan Jawa Tengah. Program ini dilakukan dengan bekerjasama dengan komunitas peduli Telemoyo (KOMET), KAPPALA Indonesia dan OXFAM GB. penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang benar dari akar permasalahan penyebab banjir, pengaruh di masyarakat dan respon mereka dalam sudut pandang ruang dan waktu. Hasilnya akan digunakan untuk melihat jawaban dalam kerangka kerja manajemen banjir melalui pendekatan berbasis masyarakat. Studi ini pada saat yang sama telah mengijinkan kita untuk mempersiapkan data untuk advokasi terhadap perubahan kebijakan di dalam mengelola areal yang rawan bencana.

Program CBDRM di Kabupaten Kudus, utara Jawa Tengah adalah mendukung sebuah inisiatif/prakarsa untuk memimpin pertemuan multi sektor di antara kantor pemerintahan daerah, termasuk SATLAK dan parlemen-parlemen di level daerah, dengan representative petani, LSM dan Media. Dalam program ini kami bekerja dengan komunitas SAYUNG, KAPPALA Indonesia dan OXFAM GB. Hasilnya pemerintah daerah akan mengalokasikan dana untuk mengurangi banjir pasang dan abrasi pantai. Kami sekarang mencoba membuat hubungan antara permasalahan dari pengelolaan banjir dengan lebih dari pengembangan lingkungan secara umum dan luas. Kondisi ini apa yang menemukan solusi terhadap permasalahan banjir oleh pemerintah dan masyarakat yang dibagi menjadi ketertarikan spesial dan lemahnya sinergi. Kedua belah pihak cenderung mengabaikan fakta-fakta bahwa pendapatan dari aktivitas mereka merugikan komunitas lebih banyak daripada apa yang mereka dapatkan. Relasi dari keduanya adalah pentingnya membangun arti komunikasi dari berbagai pihak sehingga kedua belah pihak dapat mngerti aturan main dalam menangani banjir. Point dari usaha ini adalah merencanakan manajemen bencaja banjir dengan metode partisipasi sebagai sebuah bagian integral dari manajemen lingkungan dan rencana menyeluruh dari pembangunan.

Program manajemen bencana di kawasan rawan letusan gunungapi dilakukan di komunitas desa di daerah lereng gunung Merapi. Termasuk didalamnya Kabupaten Sleman, Propinsi DIY juga Kabupaten Magelang, Klaten dan Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. Fakta mengingatkan letusan Merapi tidak dapat dicegah. Akan tetapi usaha dengan tujuan mereduksi jumlah korban jiwa dapat dilakukan. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kapasitas dari suatu komunitas pada pencegahan, pengurangan, kewaspadaan untuk menghadapi letusan gunungapi dengan cara yang berkesinambungan. Upaya penguatan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan serta mengaktifkan institusi lokal. Yang spesial dari program ini adalah pengembangan sebuah sistem komunikasi informasi menggunakan siaran radio komunitas, dan keterampilan menangani kondisi darurat. Setelah lebih dari 4 tahun pada tahun 2001 PASAG Merapi (Paguyuban Siaga Merapi) adalah sebuah forum komunikasi masyarakat yang hidup di seputaran G. Merapi secara formal didirikan. Organisasi ini mewakili dusun-dusun tertinggi pada lereng Merapi meliputi Kabupaten Sleman, Magelang, Boyolali, Klaten. Pertemuan asosiasi dilakukan pada tanggal 6 Pebruari 2001 dihadiri oleh kepala dusun, ketua karang taruna dan memutuskan untuk menyelenggarakan training lanjutan untuk penduduk Kaliurang Lor dan Kaliurang Kidul serta Sumber Rejo, Srumbung dan Kaliurang. Dalam program ini DREaM bekerja bersama KAPPALA Indonesia, OXFAM GB, dan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit DR. Sarjito.

Program CBDRM dalam kawasan rawan bencana longsor dilakukan di Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DI Yogyakarta. Selain itu juga di lakukan di Kebumen dan Purworejo Kabupaten, Propinsi Jawa Tengah. Fakta mengungkapkan bahwa perbukitan Menoreh merupakan kawasan rawan longsor secara geologi, ekologi dan iklim. Jadi usaha untuk mereduksi jumlah kerugian jiwa dan benda. Dengan waktu yang singkat, program ini dikerjakan untuk membuat analisis kapasitas dan kerentanan masyarakat, dan pada saat yang sama membangun kapasitas untuk menghadapi longsor. Akhir dari program ini adalah rencana partisipatif dari pembuatan master plan kawasan, sebagai bagian dari manajemen bencana, rencana pengembangan lingkungan dan menyeluruh. Hal spesifik dalam lingkup ini adalah pemetaan detail oleh komunitas, dan pengembangan alat sederhana peringantan dini untuk longsor, dengan memperhatikan curah hujan. Dalam program ini DREaM bekerjasama dengan KAPPALA Indonesia dan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit DR. Sarjito.

DREaM juga aktif sebagai anggota Komunitas Peduli Bencana Jawa tengah dan Propinsi Yogyakarta. Di proyeknya adalah mendukung inisiatif untuk membangun sentral informasi dan komunikasi dalam manajemen risiko bencana dalam mengelola dan updating informasi terkoleksi termasuk didalamnya kerentanan, potensi bencana, dan latihan yang baik/pembelajaran penting dari sebuah manajemen bencana sebaik aktor dan pelaku (komunitas, LSM, Pemerintah) di dalam bencana di antara dua propinsi tersebut.

DREaM Juga aktif memprakarsai formula model rencana nasional manajemen bencana. Proyek ini memprakarsai sebuah model dimana kontribusi dari komunitas kepada pemerintah untuk membangun perubahan positif dalam kebijakan manajemen bencana melalui Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana dan Pengungsi (BAKORNAS-PBP). Dalam kasus ini, Koordinator DREaM dan staf merupakan anggota dari Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI).
DREaM dalam Pengarusutamaan Gender
DREaM akan bekerja ke depan untuk memastikan bahwa dalam program pengembangan dan bantuan tanggap darurat memperhatikan kesejahteraan perempuan. Hal tersebut dijalankan untuk membangun aksi positif dalam mengkampanyekan partisipasi penuh dan penguatan perempuan dalam eksistensi dan program ke depan sehingga manfaat program dapat dirasakan secara setara oleh laki-laki dan perempuan. Juga menghadapi permasalahan sosial dan ideologi terhadap partisipasi dan mendorong perempuan untuk merubah status mereka termasuk hak-hak dasar.

DREaM akan mencapai tujuan dengan memastikan dalam semua respon darurat dan pembangunan selalu bekerja dalam kerangka perspektif gender seperti assessment, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi; memberikan akses kepada perempuan untuk kebutuhan dasar, ilmu pengetahuan, pendidikan, keterampilan baru, dan secara aktif mendorong partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan; mendukung dalam membangkitkan kepercayaan diri perempuan, pengorganisasian kelompok perempuan, dialog, dan jaringan. Dan pada akhirnya perhatian gender dijadikan kerangka berpikir dalam tahapan kerja CBDRM. Hal tersebut memerlukan analisis jender yang komprehensif, dengan keseluruhan data, dan termasuk didalamnya anggota team dengan pengetahuan spesifik mengenai isu gender dan strategi khusus dalam mempromosikan persamaan gender dengan indikator-indikator untuk kemajuan.

Hasil dari pelaksanaan program mengenai kerangka pikir gender: (1) meningkatkan kewaspadaan dan kepercayaan diri perempuan, perempuan memiliki kesempatan dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam program di komunitas. (2) meningkatkan penghargaan dan dukungan dari pemerintah (dalam level kecamatan) untuk inisiatif komunitas termasuk didalamnya peran serta perempuan. (3) dalam beberapa kasus, pelaksanaan program mendorong aktor lain untuk melakukan koordinasi dan saling belajar. (4) meningkatkan perhatian dari partner-partner dan komunitas untuk menyediakan sebuah standar bantuan darurat, termasuk didalamnya kebutuhan dasar wanita, anak-anak dan orang-orang rentan.

Tantangan dalam melaksanakan program di tingkat komunitas, budaya dan kepercayaan masih pada dominasi laki-laki, perempuan hanya memiliki ruang terbatas dalam ruang publik, dan dalam anggapan domestik bahwa: istri yang baik bekerja di rumah, menjaga anak-anak, dan mengatur pendapatan tambahan dalam industri rumah tangga, juga bagaimana mengatur aktivitas yang seharusnya dapat diakses dan dapat dicapai untuk perempuan, mengenai waktu dan lokasi yang mendesak.
Rekomendasi
Rekomendasi dalam bagaimana cara mengintegrasikan gender dalam proses CBDRM: (1) membangun sistem informasi dan data dalam berbagai komponen yang mencakup, berdasarkan pada laki-laki dan perempuan, kelompok umur, penyandang cacat, kelompok rentan lain dan status sosial, (2) mendukung partner dalam mengidentifikasikan masalah, kapasitas, dan kerentanan, kebutuhan dasar pada data, (3) membuat kesepakatan terhadap rekan-rekan dalam pengambilan langkah kerja seharusnya ditujukan dan didefinisikan secara jelas untuk pencapaian indikator, (4) meningkatkan nilai positif dari kebudayaan lokal dan kepercayaan di dalam program, (5) memastikan kebutuhan praktis perempuan dan kebutuhan secara strategi atau kebutuhan politik sosial dimasukkan ke dalam program, juga (6) membuat perencanaan dengan rekan-rekan dalam meningkatkan kapasitas sebaik mungkin sebagai manfaat program dalam kerangka pikir gender, sebagai bagian untuk mencapai sebuah persamaan dan dampak positif program terhadap laki-laki dan perempuan.

0 komentar: