My Ekspression

My Ekspression
Talk Less Do More

Rabu, 18 Maret 2009

Laporan Observasi

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Dunia pendidikan kita saat ini sedang mempunyai hajat besar. Sebuah perhelatan yang membuat orang yang terlibat merasa tegang dan was-was, antara lulus dan tidak lulus, antara kejujuran dan gengsi. Hajat besar itu adalah UN atau Ujian Nasional. Dunia pendidikan kita saat ini sedang mempunyai hajat besar. Sebuah perhelatan yang membuat orang yang terlibat merasa tegang dan was-was, antara lulus dan tidak lulus, antara kejujuran dan gengsi. Hajat besar itu adalah UN atau Ujian Nasional.
UN yang telah diadakan dari tahun ke tahun termasuk tahun sekarang terus memunculkan polemic tentang perlu tidaknya UN, resistensi ini muncul atas endapan keprihatinan pada kondisi bangsa dan korelasinya dengan pendidikan yang memprhatinkan karena sebuah tuntutan keadaan bangsa yang tak kunjung membaik, maka munculah sebuah pertanyaan yang besar, sudahkan pendidikan menjawab segala permasalahan bangsa yang semakin banyak dan kompleks. Adalah sebuah keharusan bagi semua pihak untuk memberikan perhatian lebih, dalam hal ini terutama pada aspek pelaksanaannya UN, dengan muncul kecurangan–kecurangan adalah penodaan kepada dunia pendidikan kita dan ini mengindikasikan bahwa memang pendidikan saat ini belum relevan.
Namun lebih dari itu, perhatian kita bukan semata pada aspek praktis semata, tapi juga memahami betul esensi dari UN itu sendiri. Memang membahas UN dari tahun ke tahun selalu saja kita dihadapkan pada topik yang usang, yang menjadi perdebatan masih tetap sama; perlu/tidak atau ada dan tidaknya UN. Hampir seluruh argumentas pro-kontra mencapai klimaks pada keharusan UN tetap diadakan. Buktinya sampai saat ini UN masih tetap diadakan.
Sebenarnya terlepas saat ini UN sudah dilaksanakan, sejatinya pemahaman akan pentingnya UN kembali kita buka. Kesimpulan tetap diadakanya UN adalah buah dari kesimpulan tanpa dasar pedagogis, bahwa dengan tingkat kelulusan dari tahun ke tahun yang meningkat merupakan indikator bahwa mutu pendidikan kita meningkat. Selain itu yang menjadi alasan kuat pragmatisme terus diselenggarkannya UN adalah logikanya bahwa ketika siswa diberikan sebuah “ujian” dengan tuntutan sebuah kelulusan, pemikiran mereka bahwa otomatis setiap siswa akan belajar keras untuk mencapai nilai standar kelulusan tersebut.
Ketika “nilai” dijadikan sebuah ukuran sebagai penyebab utama rendahnya mutu pendidikan atau baiknya mutu pendidikan adalah sebuah hal yang keliru, sebab hal itu merupakan penalaran non cause pro cause (bukan sebab dikiran sebab). Sebab, kualitas pendidikan tidak hanya ditentukan oleh pencapaian angka-angka kelulusan murni –walaupun itu satu indicator penting
Sejatinya pendidikan jauh melampui aspek kognisi (pengetahuan) ada dua ranah yang lain disamping aspek ognitive, yaitu sikap (attitude) dan praktik (skill). Maka pengembangan pendidikan tidak boleh dan tidak seharusnya terjadi semata-mata mana-suka, tetapi harus dituntun oleh kerangka filosofi dan ideology bangsa serta ideology pendidikan. Sebab di saat keadaan yang carut-marut seperti inilah pendidikan adalah sebuah jalan keluar untuk menciptakan karakter yang tangguh, berbudaya tinggi dan memiliki multi-level intelegence yang saling melengkapi.

1.2 Identifikasi Masalah
- Sudah pantaskah Ujian Nasional dilaksanakan di Indonesia?
- Bagaimana dampak psikologis bagi Siswa dengan diadakannya Ujian Nasional?
- Apa yang dilakukan orang tua untuk memotivasi anaknya untuk menghadapi Ujian Nasional?
- Kecurangan-kecurangan apa saja yang sering terjadi dalam pelaksanaan Ujian Nasional?


1.3 Rumusan Masalah
Bukankah gambaranan dari pemahaman logika bahwa UN dapat meningkatkan mutu dan melahirkan budaya kerja keras merupakan kenyataan kotradiktif, justru hal itu merupakan langkah mundur dunia pendidikan kita saat ini. Bagaimana mungkin angka dan jumlah kelulusan menjadi ukuran mutu pendidikan? Jika demikian mau dibawa kemana arah pendidikan kita? Berorientasi pada angka semata. Sebab seperti apa yang diwasiatkan, bahwa nilai atau angka bukan ukuran dan segala-galanya. Dengan “dikatrolnya nilai” pendidikan di Indonesia saat ini telah kehilangan jati diri, seharusnya pendidikan menjadi tempat penanaman nilai-nilai yang akan diejawantahkan dalam kehidupan di masyarakat. Tapi saat in pendidikan telah melahirkan output yang premature dan tak jelas orientasinya. Maka sering ditemukan kontradiksi yang paling kurang ajar antara kemestian pendidikan dan realitas social yang terjadi. Lihat saja, realitas tak pernah hadir dalam wajah yang dusta. Berapa banyak, bisa kita hitung manusia-manusia “berpendidikan” dengan karakter dan wajah social yang (seolah) tak berpendidikan.
Oleh karenanya, mengembalikan semangat pendidikan kepada arah hasrat menyempurnakan bersama proses berdasarkan realitas dan kompleksitas manusiawi tidak bisa ditawar lagi. Dalam usaha memajukan kualitas pendidikan, tujuan jarang disentuh dan dijadikan program dasar propesional. Padahal, tujuan pendidikan itulah yang harus diperjuangkan untuk diraih oleh siapa pun yang berkecimplung dalam dunia pendidikan.
Fakta telah bicara tahun kemarin (2006), banyak siswa yang tidak lulus melakukan sikap yang menyimpang dan tidak terpuji contoh ada beberapa siswa yang nekat bunuh diri (Kompas, 22/6/2006), dan ada pula yang melampiaskan kekesalan dengan membakar sekoah sendiri, bahkan ada siswa berupaya melukai gurunya (Kompas, 25/2/2006).
Cobalah kita cermati mengapa seorang siswa dengan berani membakar sekolahnya sendiri? Bahkan sampai ada yang berani melukai seorang yang telah memberikan jasa dengan tanpa tanda jasa? Ini menjadi PR buat pendidikan di Indonesia, adakah pendidikan saat ini tidak saja menitkberatkan pada aspek IQ (Intelektual Quotient) belaka, tapi jauh lebih dari itu aspek EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient). Maka dengan tersentuhnya EQ dan SQ, buah hasil dari pendidikan tidak saja, kaya akan aspek ilmu pengetahuan, juga aspek emosional atau moral, penajaman hati nurani (conscience), bahkan lebih dari itu akan tercapainya siswa yang religius atau taat beragama.
Bukan lagi rahasia bahwa saat ini kunci kesuksesan dalam hidup, tidak lagi bertitik berat pada aspek pengetahuan (cognitive) atau IQ belaka, tapi aspek EQ dan SQ menjadi jauh lebih penting. Dengan adanya UN dan syarat kelulusan yang di anggap "tinggi", membuat siswa, orang tua, dan guru "resah". Namun di balik keresahan tersebut juga ada nilai positif, yaitu membuat orang tua peduli dan memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Terbukti ada yang konsultasi ke sekolah tentang kesulitan belajar anaknya, ada yang menerapkan disiplin belajar bagi anaknya, dan ada yang mengikutkan les di bimbingan belajar, walaupun sekolah sudah mengadakan jam tambahan.
Kejujuran merupakan faktor kunci untuk mendukung sistem pendidikan yang ada saat ini. Tidak ada yang salah dengan sistem pendidikan kita saat ini. Malaysia juga masih memakai buku tahun 70-an, tapi mereka jujur dalam penilaian. Selagi masih terdapat pihak yang tidak jujur terlibat di sistem pendidikan, maka hal tersebut hanya akan menghasilkan keruwetan hingga akhirnya generasi muda lah yang menjadi korbannya. Ujian nasional yang menghasilkan berbagai polemik, adalah hasil dari ketidak jujuran dan juga etos belajar serta kerja yang masih rendah. Hampir semua unsur dalam sistem pendidikan kita rendah tingkat kejujurannya. Sejak tahun 70-an hingga 2002 hasil EBTANAS selalu jeblok. Namun kelulusan bisa mencapai 100 persen karena nilai EBTANAS yang jeblok itu `didongkrak` nilai rapor yang dapat dimanipulasi," Bedjo menjelaskan. Sedangkan dalam sistem UN, yang nilainya tidak ditopang nilai lain, kecurangan juga masih ditemukan dalam berbagai cara seperti, mengirim kunci jawaban soal melalui sms kunci, tim sukses ujian dan sejenisnya. Dari mulai siswa, guru, kepala sekolah, orang tua, birokrasi pendidikan, semua kurang jujur bila menyangkut dunia pendidikan dan juga belum menyadari etos belajar dan kerja yang benar.
Akal-akalan dan manipulasi seringkali sudah menjadi hal yang wajar di dunia pendidikan.

1.4 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan observasi ini adalah :
a. Memberikan penjelasan dan pemahaman kepada pembaca tentang pentingnya Ujian Nasional dalam sistem pendidikan di Indonesia.
b. Memberikan informasi pada pembaca mengenai keadaan pendidikan di Indonesia.
c. Mengetahui keuntungan dan kelemahan dari pelaksanaan Ujian Nasional.
d. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam menghadapi Ujian Nasional.
e. Menjelaskan kepada pembaca tentang apa saja persiapan yang dilakukan siswa untuk meghadapi Ujian Nasional yang akan segara berlangsung.












BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Ujian Nasional
Hanya tinggal menghitung hari saja, ujian nasional (UN) tahun 2009, akan datang sebagai tamu kehormatan. Siapapun yang mendengar, kata Ujian Nasional, seketika wajah kita mengerut, alis mata berubah posisi, dan lubang hidung kita melebar. Bahasa tubuh, yang diringi dengan perasaan cemas ini, tidak bisa berbohong, untuk menunjukkan sikap kita terhadap UN, jangan-jangan kita tidak bisa menyambutnya dengan baik.
Menyikapi kehadiran ujian nasional, dilakukan jauh-jauh hari, oleh hampir semua murid, orang tua murid, guru, pengelola pendidikan, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, kepada tamu kehormatan tersebut. Hal ini dilakukan, sebagai bukti bahwa ujian nasional adalah tamu yang benar-benar agung dan diistimewakan. Kehadirannya, akan membawa sukses atau bencana, tergantung masing-masing individu, yang mensikapinya.
Mutu sumber daya manusia merupakan factor yang sangat menetukan bagi kemajuan dan kemakmuran bangsa. Untuk mewujudkan SDM yang bermutu dapat diselenggarakan melalui pendidikan yang bermutu. Ujian Nasional merupakan salah satu instrument untuk mewujudkan pendidikan bermutu dalam menghasilkan lulusan yang bermutu pula.
Ujian Nasional biasa disingkat UN adalah, kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan. Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan.
Proses pemantauan evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada akhirnya akan dapat membenahi mutu pendidikan. Pembenahan mutu pendidikan dimulai dengan penentuan standar.
Penentuan standar yang terus meningkat diharapkan akan mendorong peningkatan mutu pendidikan. Yang di maksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas (cut off score). Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan, kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standard setting.
Manfaat standard setting ujian akhir:
1. Adanya batas kelulusan setiap mata pelajaran sesuai dengan tuntutan kompetensi minimum.
2. Adanya standard yang sama untuk setiap mata pelajaran sebagai standard minimum pencapaian kompetensi.
Dalam konteks kepentingan, Ujian Nasional adalah kepentingan semua pihak, mulai dari murid itu sendiri, orangtua, sekolah, yayasan, pemerintah, sampai dengan penerbit buku, yang mengulas soal-soal Ujian Nasional. Sebagai murid, persiapan yang dilakukan tentu menuntut agar seluruh mata pelajaran yang di-UN-kan tuntas diberikan oleh Gurunya. Sementara, kepentingan Guru adalah bagaimana murid memiliki daya serap tinggi terhadap mata pelajaran yang disampaikan. Sedangkan kepentingan sekolah, jelas menghendaki tingkat kelulusan UN mencapai 100%, dengan tingkat nilai kelulusan yang signifikan. Sementara Yayasan mengharapkan agar penerimaan murid baru sesuai target yang direncanakan. Lingkaran kepentingan ini, terus berputar. Murid membutuhkan Guru yang professional, Guru membutuhkan Yayasan yang kondusif dan apresiatif. Kemudian, Yayasan membutuhkan murid sesuai target yang direncanakan. Keseluruhan lingkaran proses ini disebut proses belajar-mengajar. Jadi proses KBM bukan hanya di kelas saja. Menurut saya, dalam atmosfir pendidikan, kegiatan yang ada hubungannya dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, dikategorikan sebagai proses kegiatan belajar mengajar. Ingat, bahwa orientasi pembelajaran selalu merujuk kepada prinsip learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to life together, secara sinergis.
Faktor ekternal yang mensupport percepatan proses KBM (kegiatan belajar mengajar) tersebut, yaitu orang tua murid dan Pemerintah (dalam hal ini Diknas setempat). Kepentingan orang tua murid, sebagai pengguna jasa pendidikan, menghendaki anak-anaknya mampu menyelesaikan pendidikan formalnya dengan lancar dan berhasil menguasai personal skill sebagai bekal hidupnya di masa depan. Sementara, kepentingan Diknas setempat, mengawasi dan memonitor kebijakan/program pemerintah, agar dapat berjalan sesuai juklak dan juknis yang dibuat.
Lingkaran kepentingan ini, kemudian menjadi bola salju, yang semakin tahun semakin membesar. Jika lingkaran kepentingan ini begitu besar, maka satu sama lain akan melahirkan kebutuhan yang besar pula. Kebutuhan inipun akhirnya, mau tidak mau, suka tidak suka, memupuk ketergantungan satu sama lain. Secara internal, murid tergantung kepada Guru. Guru tergantung kepada lembaga nya atau Yayasan. Yayasan tergantung kepada murid. Sementara faktor eksternal, yang berpengaruh terhadap proses ketergantungan tersebut adalah orang tua murid dan Diknas. Keberadaan kedua elemen ini, untuk mensupport keberlangsungan proses yang terus berputar secara internal tersebut.
Dari proses ketergantungan yang kuat inilah, kemudian menimbulkan ekses-ekses, baik positip maupun negatif, diantara stakeholders, yang satu sama lain memiliki kepentingan masing-masing. Tulisan ini sengaja tidak memunculkan ekses-ekses yang berbau negatif, selain agar tulisannya terlihat positive thinking, juga agar tidak ada pihak-pihak yang merasa tersinggung, karena praktek-praktek yang sudah berjalan, layaknya seperti agenda rutin tahunan.
Orang tua murid yang menghendaki anak-anaknya sukses dalam UN, mengupayakan tambahan pendalaman mata pelajaran, melalui bimbingan belajar (bimbel), meskipun mungkin sekolah telah melakukan hal serupa bagi peserta didiknya. Sekolah melakukan penekanan habis-habisan untuk memacu produktivitas peserta didiknya (murid), untuk bisa lulus 100 %, melalui tambahan jam ke 0 dan jam ke 10. Diknas mengupayakan terselenggaranya pra-UN, dan sekolah-sekolah melakukan Try out, uji coba kemampuan UN.
Dalam rangka melihat kondisi dan suasana seperti ini, kita semua dituntut untuk bersikap arif dan bijaksana. Apapun persoalannya, apapun masalah yang menimpa kita, sebenarnya sama proporsionalnya (sama takarannya), hanya saja, yang membedakannya adalah sikapnya terhadap masalah tersebut, Apakah masalah itu bisa selesai atau bahkan bertambah parah, tergantung pada orang tersebut dalam menyikapinya.
Sikap seseorang terhadap masalah hidupnya, tergantung kepada kemampuannya dalam memahami siapa dirinya, mengetahui apa yang menjadi potensinya, dan memaknai apa yang menjadi tujuan hidupnya (apa yang penting dalam hidupnya). Kemampuan bersikap ini, secara khusus, tidak diajarkan di dalam kelas. Kemampuan bersikap dalam diri kita, diajarkan oleh banyak pihak, antara lain : orang tua kita, guru kita, lingkungan dan masyarakat di sekitar kita. Keseluruhannya, sangat mempengaruhi perkembangan sikap hidup kita sehari-hari. Kita tidak bisa menyalahkan satu dua orang saja, karena sikap seseorang tidak sesuai dengan harapan orang yang berkepentingan kepada orang tersebut. Banyak pihak yang membentuk kita bersikap, seperti ini.
Akhirnya, apabila semua pihak terakomodir kepentingannya, dan stakehorldes merasa puas terhadap lingkaran proses yang berlangsung dalam kegiatan belajar-mengajar, maka tamu kehormatan yang mana dari pada Ujian Nasional, tidak perlu ada kerisauan sekecil apapun. Anggap saja tamu itu, adalah orang tua, kerabat, saudara kita yang jauh-jauh datang, ingin melepas rindu kepada kita semua.

Selama ini penentuan batas kelulusan ujian nasional ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengambil keputusan (stakeholder) saja. Batas kelulusan itu ditentukan sama untuk setiap mata pelajaran. Padahal karakteristik mata pelajaran dan kemampuan peserta didik tidaklah sama. Hal itu tidak menjadi pertimbangan para pengambil keputusan pendidikan. Belum tentu dalam satu jenjang pendidikan tertentu, tiap mata pelajaran memiliki standar yang sama sebagai standar minimum pencapaian kompetensi. Ada mata pelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi minimum yang tinggi, sementara mata pelajaran lain menentukan tidak setinggi itu. Keadaan ini menjadi tidak adil bagi peserta didik, karena dituntut melebihi kapasitas kemampuan maksimalnya.
Dasar-dasar hukum dalam pelaksanaan Ujian Nasioanal antara lain :
1. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 6 tahun 2007 tentang pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Ujian Nasional bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Materi soal untuk Ujian Nasional berasal dari Standar Kompetensi Lulusan irisan (interseksi) dari pokok bahasan atau sub pokok bahasan kurikulum 1994, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2004, dan Standar Isi.
Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk :
1. Pemetaan mutu satuan dan/ atau program pendidikan.
2. Seleksi masuk jenjang pendidikan selanjutnya.
3. Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan.
4. Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Adapun persyaratan dalam mengikuti Ujian Nasional antara lain :
1. Memiliki penilaian lengkap hasil belajar pada satuan pendidikan mulai semester 1 tahun pertama hingga semester 1 tahun terakhir.
2. Peserta didik karena alasan tertentu dan disertai bukti yang sah tidak dapat mengikuti ujian nasional di satuan pendidikan yang bersangkutan, dapat mengikuti ujian nasional di satuan pendidikan lain pada jenjang dan jenis yang sama.
3. Peserta didik yang karena alasan tertentu dan disertai bukti yang sah tidak dapat mengikuti ujian nasional utama dapat mengikuti ujian nasional susulan.
4. Peserta didik yang belum lulus ujian nasional berhak mengikuti ujian nasional di tahun berikutnya.





2.2 Tentang UASBN
UASBN adalah singkatan dari Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional. Kemunculannya didasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 39 Tahun 2007, tanggal 16 November 2007. Menurut pasal 1 (1) pada Permendiknas tersebut dijelaskan, bahwa UASBN adalah ujian nasional yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan pelaksanaan ujian sekolah/madrasah untuk sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah/sekolah dasar luar biasa. Dengan demikian, UASBN khusus dilaksanakan pada SD/MI/SDLB, sedangkan untuk SMP ke atas tetap ujian nasional (UN).
Pada tataran operasional, UASBN berpedoman pada Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 983/BSNP/XI/2007, tentang Prosedur Operasional Standar (POS) UASBN untuk SD/MI/SDLB Tahun Pelajaran 2007/2008.
Pelaksanaan UASBN sendiri merupakan pelaksanaan amanat PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yang menyebutkan bahwa ujian nasional untuk peserta didik SD/MI/SDLB mulai dilaksanakan 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya PP.
UASBN baru diberlakukan sejak tahun ajaran 2007/2008 dan pada tahun ini memasuki tahun ke dua setelah sebelumnya dalam tingkat sekolah dasar tidak ada ujian nasional namun diberlakukannya General Test. Dengan lahirnya Permendiknas tentang UASBN, maka mulai tahun 2007/2008, tahun ini memasuki tahun kedua, pada jenjang pendidikan sekolah dasar sudah mulai dilaksanakan ujian nasional sebagaimana jenjang di atasnya. Hanya saja, ujian nasional yang dilaksanakan baru dalam taraf “berstandar”, sedangkan dalam banyak karakteristik masih lebih bersifat ujian sekolah.
Materi UASBN meliputi tiga mata pelajaran, masing-masing Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pada ujian ini, materi yang disajikan merupakan perpaduan dari materi yang disediakan BSNP sebanyak 25 persen, dan sisanya 75 persen disiapkan oleh tingkat provinsi. Soal dari BSNP disusun oleh Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) pada Balitbang Depdiknas, sedangkan soal dari provinsi disusun oleh guru yang mewakili setiap kabupaten/kota.
Dengan demikian dapat dipandang, bahwa UASBN adalah “semi UN”, atau UN yang masih akomodatif terhadap kondisi lokal. Hal ini patut dipahami, karena bagi jenjang SD, ujian nasional memang baru pertama dilaksanakan sejak beberapa dekade terakhir, sehingga memerlukan masa adaptasi dan transisi.
UASBN dilaksanakan dengan mekanisme yang relatif baru. Penyelenggara tingkat kabupaten/kota akan memiliki peran yang sangat besar. Hal ini bertolak belakang dengan pelaksanaan ujian di SD selama ini, dimana kabupaten tidak terlibat secara langsung, kecuali pengawasan dan pembinaan.
Pada UASBN, penyelenggara tingkat kabupaten melaksanakan kegiatan sejak pendataan, pembuatan database peserta, penetapan sekolah penyelenggara, sampai dengan melaksanakan pemindaian (scanning) hasil ujian, dan mengirim hasil pemindaian ke penyelenggara tingkat provinsi. Pembuatan database digital dan pemindaian merupakan kerja baru yang cukup berat, karena di samping membutuhkan perangkat keras yang memenuhi spesifikasi khusus, juga memerlukan tenaga dengan SDM yang memadai.
Pada pelaksanaan UASBN, hal baru yang muncul adalah penggunaan lembar jawab komputer (LJK) oleh peserta. Kendati LJK UASBN tidak serumit pada umumnya, karena peserta cukup menyilang, namun penggunaan LJK bagi siswa merupakan pengalaman baru yang memerlukan pembimbingan khusus.
Menilik materi ujian maupun tata cara pengisian jawaban pada UASBN, memang nampak perlu adanya persiapan yang ekstra dari semua pihak. Sekolah perlu memberikan bekal kemampuan yang cukup, orang tua perlu memberikan perhatian lebih, sedangkan kabupaten menyiapkan segala perangkat dan pelaksananya. Ujian memang kerja besar yang perlu peran serta segenap stakeholders pendudukan



2.3 Proses Pelaksanaan Observasi

Saya melaksanakan observasi di Madrasah Ibtidaiyah Al-Falah di daerah Ujung Menteng, Jakarta Timur. Saya melakukan obsrvasi pada hari senin 2 Maret 2009. pada saa itu saya langsung berkunjung ke sekolah tersebut untuk menemui kepala sekolah, akan tetapi dikarenakan kepala sekolahnya sedang barada di luar kota maka saya memutuskan untuk melakukan wawancara dengan salah seorang guru di madrasah tersebut yang bernama Ibu Siti Rahmah S.pd. ibu Siti Rahmah merupakan salah seorang guru disekolah tersebut, beliau mengajar kelas 6 SD, kebetulan beliau banyak mengerti tentang persiapan untuk Ujian Nasional di sekolah tersebut. Dalam kegiatan observasi tersebut saya menggunakan teknik wawancara, saya memberikan daftar pertanyaan kepada beliau dan beliau yang menjabarkan jawaban dari daftar pertanyaan yang saya berikan sebelumnya. Selain dengan wawancara beliau juga mengajak saya untuk mengunjungi ruangan kelas tempat beliau mengajar untuk mengetahui pula bagaimana kegiatan belajar dan mengajar berlangsung di sekolah tersebut.
Dua hari kemudian saya berkunjung kembali ke sekolah tersebut untuk menanyakan kembali hal-hal yang belum sempat saya tanyakan kemarin, akan tetapi saya tidak bertemu dengan Ibu Siti Rahmah, dikarenakan beliau tidak mengajar hari itu. Saya pun diberikan alamat rumah beliau oleh salah seorang guru di sekolah tersebut. Kemudian saya mengunjungi alamat yang diberikan salah seorang guru tersebut. Akhirnya saya melanjutkan kegiatan observasi ini di kediaman Ibu Siti Rahmah.









DAFTAR LIST PERTANYAAN DAN JAWABAN DARI PERTANYAAN

1. Bagaimana Pendapai Ibu Siti tentang mengapa perlu diadakannya Ujian Nasional di Indonesia?
Jawaban : menurut pendapat saya Ujian Nasional sangat perlu sekali diadakan di Negara kita ini, alasannya karena untuk mengetahui sejauhmana kemampuan anak didik atau peserta didik dalam menguasai materi pelajaran yang telah diberikan oleh guru di kelas yang sesuai dengan standar nasional. Selain itu dengan diadakannya Ujian Nasional ini dapat memberikan motivasi bagi guru dan juga siswa untuk berbuat lebih baik lagi. Bagi guru Ujian nasional dapat mendorong guru untuk dapat mengajar lebih baik lagi agar para siswa benar-benar dapat menyerap materi pelajaran yang telah disampaikan, yang dapat berguna nanti dalam Ujian Nasional. Sedangkan bagi siswa dengan adanya Ujian Nasional ini dapat memnrikan motivasi bagi siswa untuk dapat belajar lebih giat lagi, bukan hanya untuk menghadapi Ujian Nasional saja melainkan juga untuk mencapai cita-cita mereka. Berdasarkan apa yang telah diutarakan beliau, saya dapat menyimpulkan bahwa beliau sangat setuju sekali apabila ada Ujian Nasional di Indonesia.
2. Seberapa Pentingkah kegiatan Ujian Nasional itu dilaksanakan?
Jawaban : sangat penting, karena dengan adanya Ujian Nasional tersebut standar pendidikan di Indonesia dapat terukur, baik dari peserta didik maupun para pendidik sehingga kelemahan yang ada dapat dicarikan solusi pemecahan masalahnya. Selain itu adanya Ujian Nasional juga dapat menjadi tolak ukur dalam tingkat penguasaan materi pelajaran oleh siswa dan juga metode dalam menyampaikan materi pelajaran oleh guru, apakah metode yang digunakan tersebut tepat atau tidak bagi peserta didik.



3. Apakah target sekolah ini dalam pelaksanaan Ujian Nasional pada tahun ini?
Jawaban : target sekolah dalam pelaksanaan Ujian Nasonal pada tahun ini adalah para peserta didik mampu menjawab soal-soal yang diujikan dalam Ujian Nasional untuk mendapatkan hasil yang memuaskan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sementara target secara keseluruhan dari pihak sekolah adalah agar seluruh siswa yang mengikuti ujian di sekolah ini dapat lulus 100%, walaupun pihak sekolah memiliki target yang demikian akan tetapi masih ada prediksi tentang siswa yang ditakutkan untuk tidak lulus, hal ini dikarenakan para guru melihat siswa tersebut kurang memiliki semangat dan motivasi dalam belajar sehingga nilai beberapa siswa tersebut agak tertinggal dengan siswa lain pada umumnya.
4. Bagaimana Persiapan Sekolah Untuk Menghadapi Ujian Nasional Yang Waktunya Sudah Dekat ini?
Jawaban : Persiapan yang dilakukan pihak sekolah dalam menghadapi Ujian Nasional pada tahun aini adalah dengan memberikan pengayaan materi pada siswa dan juga memberikan latihan-latihan soal misalnya dengan mengadakan try out sebanyak 9 kali try out. Pihak sekolah juga memberikan jam tambahan bagi siswa, yang dilaksanakan setiap hari senin, rabu dan kamis setelah jam belajar sekolah selesai yaitu sekitar jam 1 siang sampai dengan jam 2 siang. Selain itu pihak sekolah juga memberikan latihan bagi siswa yang mengikuti ujian untuk mengisi lembar jawaban computer agar lembar jawaban yang mereka isi dapat dibaca komputer, karena hal yang ditakutkan pihak sekolah adalah para siswa kurang baik dalam mengisi lembar jawaban komputernya. Misalnya saja lembar jawaban yang kotor atau sobek, mengisi bulatan jawaban tidak penuh atau yang lainnya.
5. Apa Saja Kendala Yang Dialami Pihak Sekolah Dalam Melakukan Persiapan Pelaksanaan Ujian Nasional?
Jawaban : Sejauh ini kendala-kendala yang dialami pihak solah dalam tahap persiapan Ujian Nasional adalah para peserta didik yang kurang matang mempersiapkan dirinya dalam mengahdapi Ujian Nasional atau dengan kata lain para peserta didik mentalnya belum kuat untuk menghadapi UN tahun ini. Selain itu kendala yang dihadapi dari factor eksternal adalah kurangnya support dari para orang tua terhadap anaknya dalam menghadapi UN ini. Misalnya saja para orang tua kurang bisa mengarahkan anak-anaknya untuk lebih banyak belajar dan membaca di rumah, bagi sebagian orang tua juga kurang mampu memotivasi anaknya, sehingga sang anak pun belum memiliki mental yang kuat untuk menhadapi UN.
6. Bagaimana Pihak Sekolah Menyikapi Kendala-kendala yang Dialami dalam Persiapan Ujian Nasional?
Jawaban : cara yang diambil atau yang dilakukan pihak sekolah untuk menyikapi kendala yang dialami antara lain pihak sekoalh mengumpulkan para wali murid untuk diberikan pengarahan kepada para orang tua agar lebih bisa memberikan motivasi yang besar terhadap anaknya agar anak-anak mereka memiliki mental yang kuat dalam menghadapi UN, memberikan pengarahan kepada orang tua agar lebih mendorong anak-anaknya untuk belajar lebih giat lagi, selain itu pihak sekolah juga menyarankan kepada para orang tua murid untuk mendaftarkan anak-anaknya ke lembaga-lembaga bimbingan belajar yang sudah marak saat ini. Dengan mengikuti bimbingan ini dapat menunjang belajar siswa selain bimbingan yang diadakan di sekolah. Sudah banyak juga orang tua yang sejak semester 1 di tahun terkhir ini sudah mendaftarkan anaknya untuk mengikuti bimbingan belajar di luar jam sekolah.
7. Bagaimana Respon Para Siswa Terhadap Pelaksanaan Ujian Tahun ini?
Jawaban : beraneka ragam respon siswa dalam menghadapi Ujian Nasional pada tahun ini. Ada siswa yang menanggapinya dengan rasa optimis, dan ada juga siswa yang menanggapinya dengan sikap pasrah. Bagi siswa yang menanggapi Ujian Nasional ini dengan pasrah pihak sekolah telah mengambil langkah-langkah untuk lebih memotivasi siswa tersebut agar mereka memiliki sikap yang optimis dalam mengahadapi Ujian Nasioanl tahun ini. Alasan mereka bersikap pasrah adalah karena mereka belum yakin dengan kemampuan atau kompetensi yang mereka miliki, mereka masih membutuhkan dorongan dan motivasi dari berbagai pihak baik itu sekolah, orang tua, teman-temannya dikelas untuk menguatkan mental yang mereka miliki. Alasan lain yaitu mereka belum mengetahui contoh atau betuk soal Ujian Nasional itu seperti apa, walaupun mereka telah mempelajari contoh bentuk soal ujian tahun lalu mereka masih gugup dalam menjawab soal-soal tersebut.


























2.4 Pengalaman Saya saat Mengikuti EBTANAS Pada Saat Saya Berada di Sekolah Dasar.

Pada saat saya duduk di bangku Sekolah Dasar pada saat itu evaluasi tahap akhir bernama EBTANAS yang sekarang namanya yaitu UASBN. EBTANAS merupakan ujian tingkat nasional pertama yang saya ikuti pada saat itu. Pada saat itu mata pelajaran yang diujikan ada 5 mata opelajaran yaitu: Matematika, Bahasa Indonesia,Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Kesan pertama saya pada saat itu EBTANAS pasti sangat susah soal-soal yang akan ditanyakan, kartena pada saat itu saya sama sekali belum pernah mengikuti Ujian tingkat nasional sehingga saya berfikiran demikian.
Beberapa bulan sebelum EBTANAS itu berlangsung sekolah saya mengadakan persiapan yaitu dengan mengadakan penambahan materi melalui bimbingan belajar setiap hari setelah selesai jam belajar efektif. Dalam mengikuti kegiatan bimbingan belajar tersebut saya benar-benar menyimak apa-apa saja yang disampaikan oleh guru saya siapa tahu saja ada yang keluar dalam soal EBTANAS. Dalam bimbingan belajar tersebut selain penambahan materi, pada saat itu juga diajarkan bagaimana mengisi Lembar Jawaban Komputer yang benar. Setiap hari guru memberikan soal-soal latihan dalam bentuk pilihan ganda dan jawabannya menggunakan contoh fotokopi dari lembar jawaban computer, hal ini dilakukan agar siswa yang mengikuti EBTANAS tidak merasa gugup dalam mengisi lembar jawaban computer sehingga lembar jawaban tersebut dapat dibaca oleh computer.
Banyak materi-materi yang diberikan dalam penambahan materi yang belum diajarkan dalam proses belajar didalam kelas, selain itu untuk siswa juga diberikan cara cepat atau cara menjawab soal dengan cepat untuk soal-soal dalam bentuk hitungan misalnya mata pelajaran matematika.
Selain mendapatkan materi-materi tambahan di sekolah, saya juga mendapatkan dorongan atau motivasi dari kedua orang tua serta orang-orang yang berada di lingkungan sekitar saya. Setiap hari kedua orang tua saya menanyakan materi apa saja yang belum saya kuasai selama mengikuti kegiatan bimbingan belajar di sekolah, dan mereka memberikan nasihat kepada saya bahwa saya harus lebih giat lagi dalam belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi EBTANAS.
Beberapa bulan kemudian hari pelaksanaan EBTANAS itu pun tiba, pada hari itu saya sangat merasa gugup sekali sebelum berangkat sekolah soal macam apa yang akan saya hadapi nanti pada EBTANAS. Kemudian saya berangkat sekolah tidak lupa meminta doa restu kepada kedua orang tua saya. Lalu EBTANAS hari pertama pun sudah saya lalui kemudian saya bergegas pulang untuk belajar mempersiapkan materi untuk mata pelajaran yang berikutnya. Malam hari itu saya belajar sangat keras supaya saya dapat mengerjakan soal-soal EBTANAS dengan mudah esok harinya. Kemudian keesokan harinya tibalah saat EBTANAS hari kedua seperti biasa sebelum berangkat saya meminta doa restu kedua orang tua saya terlebih dulu. Siang harinya waktu pelaksanaan EBTANAS pun sudah selesai saya pun kembali pulang kerumah untuk belajar kembali. Akan tetapi saya merasakan tubuh saya merasa sangat lemas sekali dan kepala saya pun terasa sangat pusing sekali pada saat sesampainya di rumah. Sore harinya saya mengatakan kepada orang tua saya kalau saya sedang tidak enak badan pada saat itu, kemudian saya pun dibawa kedokter agar segera lekas sembuh. Dokter pada saat itu berkata kalau saya sebenarnya tidak kenapa-kenapa, hanya saja menurut dokter saya terlalu banyak pikiran saja sehingga daya tahan tubuh saya menurun saya pun diberikan obat oleh dokter tersebut. Dalam benak saya saya merasa bahwa perkataan dokter tersebut memang benar, saya terlalu banyak pikiran terutama pikiran-pikiran tentang pelaksanaan EBTANAS pada saat itu. Sampai dirumah pun saya beristirahat sambil belajar ringan, sehingga belajar saya tidak terlalu diporsir pada malam itu. Keeseokan paginya alhamdullilah tubuh saya sudah merasa agak baikan sehingga saya dapat mengikuti EBTANAS hari terakhir.
Itulah pengalaman singkat yang saya alami ketika saya mengikuti kegiatan EBTANAS pada saat saya duduk di bangku Sekolah Dasar. Berbagai macam perasaan yang saya trasakan pada saat itu mulai dari proses persiapan untuk menghadapi EBTANAS sampai pada berakhirnya kegiatan EBTANAS tersebut. Ada perasaan yang sangat puas ketika selesainya ujian tersebut, dan alhamdullilah hasil EBTANAS saya pun cukup baik, pada saat itu NEM saya adalah 38,56 dan saya pun dapat masuk ke sekolah negeri sesuai dengan NEM saya tersebut. Tidak sia-sialah usaha dan kerja keras yang saya lakukan pada saat itu, saya yakin apabila seseorang melakukan bekerja keras untuk mencapai apa yang dicita-citakannya insyaallah ALLAH SWT akan membukakan jalan dan memberikan jalan yang terbaik untuk seseorang tersebut sesuai dengan kerja keras yang dilakukannya.



























BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN
Ujian Nasional biasa disingkat UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan. Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan.
Proses pemantauan evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada akhirnya akan dapat membenahi mutu pendidikan. Pembenahan mutu pendidikan dimulai dengan penentuan standar.
Penentuan standar yang terus meningkat diharapkan akan mendorong peningkatan mutu pendidikan. Yang di maksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas (cut off score). Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan, kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standard setting.
UASBN adalah singkatan dari Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional. Kemunculannya didasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 39 Tahun 2007, tanggal 16 November 2007. Menurut pasal 1 (1) pada Permendiknas tersebut dijelaskan, bahwa UASBN adalah ujian nasional yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan pelaksanaan ujian sekolah/madrasah untuk sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah/sekolah dasar luar biasa. Dengan demikian, UASBN khusus dilaksanakan pada SD/MI/SDLB, sedangkan untuk SMP ke atas tetap ujian nasional (UN).
Pada tataran operasional, UASBN berpedoman pada Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 983/BSNP/XI/2007, tentang Prosedur Operasional Standar (POS) UASBN untuk SD/MI/SDLB Tahun Pelajaran 2007/2008. Pelaksanaan UASBN sendiri merupakan pelaksanaan amanat PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yang menyebutkan bahwa ujian nasional untuk peserta didik SD/MI/SDLB mulai dilaksanakan 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya PP.
UASBN baru diberlakukan sejak tahun ajaran 2007/2008 dan pada tahun ini memasuki tahun ke dua setelah sebelumnya dalam tingkat sekolah dasar tidak ada ujian nasional namun diberlakukannya General Test. Dengan lahirnya Permendiknas tentang UASBN, maka mulai tahun 2007/2008, tahun ini memasuki tahun kedua, pada jenjang pendidikan sekolah dasar sudah mulai dilaksanakan ujian nasional sebagaimana jenjang di atasnya. Hanya saja, ujian nasional yang dilaksanakan baru dalam taraf “berstandar”, sedangkan dalam banyak karakteristik masih lebih bersifat ujian sekolah.

3.2 SARAN
Menyikapi kehadiran ujian nasional, dilakukan jauh-jauh hari, oleh hampir semua murid, orang tua murid, guru, pengelola pendidikan, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, kepada tamu kehormatan tersebut. Hal ini dilakukan, sebagai bukti bahwa ujian nasional adalah tamu yang benar-benar agung dan diistimewakan. Kehadirannya, akan membawa sukses atau bencana, tergantung masing-masing individu, yang mensikapinya. Adalah sebuah keharusan bagi semua pihak untuk memberikan perhatian lebih, dalam hal ini terutama pada aspek pelaksanaannya UN, dengan muncul kecurangan–kecurangan adalah penodaan kepada dunia pendidikan kita dan ini mengindikasikan bahwa memang pendidikan saat ini belum relevan.
Mutu sumber daya manusia merupakan factor yang sangat menetukan bagi kemajuan dan kemakmuran bangsa. Untuk mewujudkan SDM yang bermutu dapat diselenggarakan melalui pendidikan yang bermutu. Ujian Nasional merupakan salah satu instrument untuk mewujudkan pendidikan bermutu dalam menghasilkan lulusan yang bermutu pula.

0 komentar: