My Ekspression

My Ekspression
Talk Less Do More

Senin, 16 Maret 2009

2008/2009 Sekolah Mesti Selesaikan Susun Kurikulum

Jurnalnet.com (Jakarta), Akan ada masa transisi waktu yang paling cepat dan waktu akhir dalam penerapan Kurikulum Sekolah. Untuk langkah awal pemerintah telah memberikan ilustrasi bahwa selama tiga tahun sekolah diberikan waktu untuk menyusun kurikulumnya sendiri.

Hal itu dikatakan oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo menyatakan hal itu seusai acara pelantikan pejabat eselon I dan II di lingkungan Depdiknas, di Jakarta, Senin (20/3). Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sudah mengajukan usulan soal standar Kurikulum Sekolah, yaitu standar kompetensi lulusan dan standar isi ke Depdiknas.

"Kemudian selokah mana yang dulu untuk menerapkan kurikulum tersebut, tergantung pada kebijakan masing-masing Gubernur yang disesuaikan dengan pola atau kondisi daerahnya. Nah, pada tahun ajaran 2008/2009 seluruh sekolah memberlakukan kurikulum tersebut," tegasnya.

Ia menjelaskan batas waktu penyusunan kurikulum sekolah itu, bahwa akan ada masa transisi waktu paling cepat untuk menetapkannya dan batas minimal penerapannya. Ada masa peralihan untuk penetapan itu, dan dimulai dari kelas berapa. Kemudian, penerapan di masing-masing provinsi yang lebih dulu. Sekolah mana di provinsi itu yang lebih awal menetapkannya. Semua itu diatur oleh Gubernur yang disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.

Dikatakannya, jika ada daerah yang menginginkan dispensasi terhadap penundaan atau pengunduran waktu penerapan tersebut maka harus persetujuan pemerintah dalam hal ini Mendiknas. "Pengunduran masa transisi mesti persetujuan Mendiknas," tegasnya.

Mendiknas menyatakan saat ini standar tersebut masih dikaji oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang Depdiknas), Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), dan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Mutendik).

Setelah itu mereka akan merekomendasikan kepada Mendiknas soal kelayakannya. Seandainya, Mendiknas mempertimbangkan belum layak, Mendiknas bukan yang mengkoreksinya. Akan tetapi, usulan tersebut dikembalikan lagi kepada BSNP untuk diperbaiki. "Kalau layak ya sudah kita tetapkan saja," ujarnya.

Soal tanggung jawabnya nanti sesuai dengan tingkatan masing-masing. Ada tanggung jawab sekolah, tanggung jawabnya bupati, dan tanggung jawabnya Gubernur dan tanggung jawabnya Mendiknas. "Tentang penerapannya, gubernur yang mengatur, mungkin saja gubernur akan mendelegasikan kepada bupati, silahkan saja," katanya.

Tentang penyediaan sarana dan prasarana, seperti misalnya penambahan guru dan fasilitas nanti dikoodinasikan. Koordinasi manajemen pendidikan, dari tingkat pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kotamadya. Pola ini akan terus dilakukan.

Hal itu dimaksudkan supaya penerapan itu jangan sampai menimbulkan masalah. Tidak bisa secara nasional dipaksakan sama. Yang menyusun kurikulum sekolah. Pemerintah melalui standar kompetensi kelulusan dan standar isi hanya memberikan rambu-rambu, disamping rambu-rambu yang sudah ada yaitu UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal-pasal tentang kurikulum dan PP No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). "Jadi, tidak ada yang namanya kurikulum nasional itu. Yang ada kurikulum sekolah yang dibuat oleh sekolah-sekolah itu sendiri," katanya.

Hal lain yang ditetapkan oleh UU ini soal manajemen berbasis sekolah. Itu sebabnya, kurikulum yang menyusun sekolah. Karena konsisten dengan prinsip manajemen berbasis sekolah tadi. "Jadi, hal ini adalah sebuah reformasi pendidikan yang mendasar sekali, tetapi dalam implementasinya tidak drastis, secara gradual, tetapi pasti," katanya.

Sementara itu, Dirjen Mutendik Fasli Jalal mengatakan keraguan di kalangan sekolah untuk menerapkan Kurikulum Sekolah, karena sekolah dan guru-guru sudah terbiasa dibuatkan oleh pusat. "Mereka hanya tinggal menerapkan saja," katanya seraya menambahkan wajar saja sekolah dan guru merasa kaget dengan hal itu, karena selama puluhan tahun mereka biasa mengikuti yang sudah baku.

Padahal, mereka diberi kebebasan untuk menyusun indikator dan silabus sesuai dengan rambu-rambu yang akan ditetapkan tersebut. Sekaligus sekolah dan guru itu diberi kemandirian dan kewenangan untuk itu. Namun, karena bisa dicecokin, mereka menjadi ragu-ragu dan bingung.

0 komentar: