My Ekspression

My Ekspression
Talk Less Do More

Kamis, 28 Mei 2009

Profil Diri

Nama saya Kristian Novi Aristanto atau biasa dipanggil “Tian” oleh teman-teman saya. Saya dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Januari tahun ’89, saya anak pertama dari 2 bersaudara. Saya memiliki seorang adik perempuan yang sekarang baru duduk di bangku SMA. Saya sangat hobi sekali menonton dan bermain sepak bola terutama futsal. Sekali dalam seminggu saya bermain futsal di tampat futsal bersama teman-teman saya. Kedua orang tua saya bekerja sebagai Pegawai di salah satu perusahaan swasta di daerah Kawasan Industri Pulogadung. Pada saat ini saya masih tinggal bersama kedua orang tua saya di Perumahan Pondok Ungu Permai Blok D8 No.3 Bekasi Utara. Sebelum tinggal di perumahan ini saya tinggal di daerah Pancoran, Jakarta Selatan, kemudian pada saat umur saya 4 tahun saya sekeluarga pindah ke Bekasi. Kedua orang tua saya mendidik saya untuk menjadi orang yang berani dan bertanggung jawab. Saat anak-anak saya bersekolah di TK. RA Amanah 2 tahun kemudian saya lulus dari sekolah tersebut dan melanjutkan ke SDN Kaliabang Tengah III. Selama 6 tahun saya bersekolah di SD tersebut kemudian saya melanjutkan sekolah kembali ke jenjang pendidikan yang berikutnya yaitu SLTP. Saya bersekolah di SLTP Negeri 19 Bekasi, banyak pengalaman yang saya dapatkan selama saya bersekolah di SLTP tersebut. Setelah lulus dari SLTPN 19 saya melanjutkan sekolah kembali, kali ini saya melanjutkan sekolah di SMA Negeri 10 Bekasi. Setelah tamat dari sana saya melanjutkan pendidikan di Unversitas Negeri Jakarta sampai pada saat ini.
Cukup banyak prestasi yang pernah saya raih selama saya saya bersekolah dari sekolah dasar sampai sekolah lanjutan tingkat atas. Pada saat sekolah dasar saya pernah menjadi perwakilan sekolah untuk dokter kecil untuk mengikuti seminar dan pengenalan profesi dokter. Selain itu saya pernah menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti perlombaan “Calistung” membaca, menulis, dan berhitung antar sekolah dasar di Kota Bekasi, hasilnya pun alhamdulillah cukup baik, pada saat itu sekolah saya menjadi juara 2. Kemudian di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama saya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka. Cukup banyak prestasi yang saya dan sekolah saya peroleh dalam kegiatan ekstrakirukuler ini. Beberapa diantaranya adalah menjadi juara 2 lomba baris-berbaris antar SLTP se Kota Bekasi dalam rangka HUT PRAMUKA. Kemudian sekolah saya juga pernah menjadi perwakilan Profinsi Jawa Barat untuk mengikuti perlombaan pramuka tingkat SLTP se Indonesia. Selain itu masih banyak lagi prestasi yang saya raih dalam kegiatan ekatrakurikuler pramuka.
Cita-cita yang ingin saya capai kedepannya adalah memberikan kontribusi bagi pendidikan di Indonesia, karena melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini masih jauh dari standar negara-negara lain. Salah satunya ialah saya ingin mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, jadi tidak hanya orang mampu saja akan tetapi orang yang tidak mampu pun mampu bersekolah. Hal ini bertujuan untuk mencerdaskan para penerus bangsa. Banyak anak-anak di luar sana yang sebenarnya memiliki tingkat kecerdasan atau potensi yang tinggi akan tetapi dikarenakan tidak adanya biaya untuk bersekolah maka anak tersebut tidak dapat mengembangkan pengetahuan dan potensi yang dimiliki.
Untuk mewujudkan cita-cita ini saya harus lebih banyak lagi balajar, lebih banyak lagi membaca buku atau mencari informasi-informasi tentang pendidikan yang lain. Saya juga harus dapat terjun langsung ke lapangan untuk mengetahui kondisi nyata dari pendidikan di lingkungan masyarakat. Selain itu saya juga dapat berkonsultasi atau mendengarkan penjelasan tentang pendidikan dari narasumber yang terlibat dalam bidang pendidikan di Indonesia.

Jumat, 22 Mei 2009

Manajemen Pendidikan Dalam Menghadapi

Manajemen Pendidikan Dalam Menghadapi
Kreativitas Anak
[7:20 AM | 5 comments ]
Banyak kalangan yang belum puas dengan kualitas pendidikan di negara kita. Tentunya kita tidak jarang mendengarkan ungkapan-ungkapan seperti: “pendidikan negara kita belum berkualitas”, “pendidikan di Indonesia telah tertinggal jauh dari negara-negara lain”, “kapan kita akan maju kalau pendidikan kita berjalan di tempat”, dan lain sebagainya.

Para ahli pendidikan telah sepakat bahwa suatu sistem pendidikan dapat dikatakan berkualitas, apabila proses kegiatan belajar-mengajar berjalan secara menarik dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak dan sebaik mungkin melalu proses belajar yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang bermutu akan menghasilkan hasli yang bermutu serta relevan dengan perkembangan zaman. Agar terwujud sebuah pendidikan yang bermutu dan efisien, maka perlu disusun dan dilaksanakan program-program pendidiakn yang mampu membelajarkan peserta didik secara berkelanjutan, karena dengan mutu pedidikan yang optimal, diharapkan akan menghasilkan keungugulan smber daya manusia yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang secara pesat.

Untuk dapat mencapai sebuah pendidikan yang berkualitas diperlukan manajemen pedidikan yang mampu memobilisasi segala sumber daya pendidikan. Di antaranya adalah manajemen peserta didik yang isinya merupakan pengelolaan dan juga pelaksanaannya. Masih banyak kita temukan fakta-fakta di lapangan sistem pengelolaan anak didik yang masih mengunakan cara-cara konvensional dan lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan tentunya kurang mmberi perhatian kepada pengembangan bakat kreatif peserta didik. Padahal Kreativitas disamping bermanfaat untuk pengembangan diri anak didik juga merupakan kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia. Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan, menilai dan meguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan hasilnya. Dengan adanya kreativitas yang diimplementasiakan dalam sistem pembelajaran, peserta didik nantinya diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehingga ide-ide kaya yang progresif dan divergen pada nantinya dapat bersaing dalam kompetisi global yang selalu berubah.

Perubahan kualitas yang seimbang baik fisik maupun mental merupakan idikasi dari perkambangan anak didik yang baik. Tidak ada satu aspek perkambangan dalam diri anak didik yang dinilai lebih penting dari yang lainnya. Oleh itu tidaklah salah bila teori kecerdasan majmuk yang diutarakan oleh Gardner dinilai dapat memenuhi kecenderungan perkambangan anak didik yang bervariasi.

Maka penyelenggaraan pendidikan saat ini harus diupayakan untuk memberikan pelayanan khusus kepada peserta didik yang mempunyai kreativitas dan juga keberbakatan yang berbeda agar tujuan pendidikan dapat diarahkan menjadi lebih baik.

Muhibbin Syah menjelaskan bahwa akar kata dari pendidikan adalah "didik" atau "mendidik" yang secara harfiah diartikan memelihara dan memberi latihan. Sedangkan "pendidikan", merupakan tahapan-tahapan kegiatan mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang melalui upaya pelatihan dan pengajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan tidak dapat lepas dari pengajaran. Kegiatan dari pengajaran ini melibatkan peserta didik sebagai penerima bahan ajar dengan maksud akhir dari semua hal ini sesuai yang diamanatkan dalam undang-undang no. 20 tentang sisdiknas tahun 2003; agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam pdidikan, peserta didik merupakan titik fokus yang strategis karena kepadanyalah bahan ajar melalu sebuah proses pengajaran diberikan. Dan sudah mafhum bahwa peserta didik memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing, mereka unik dengan seluruh potensi dan kapasitas yang ada pada diri mereka dan keunikan ini tidak dapat diseragamkan dengan satu aturan yang sama antara pesrta didik yang satu dengan peserta didik yang lain. Para pendidik dan lembaga pendidikan harus menghargai perbedaan yang ada pada mereka. Keunikan yang terjadi pada peserta didik memang menimbulkan satu permasalahan tersendiri yang harus diketahui dan dipecahkan sehingga pengelolaan murid (peserta didik) dalam satu kerangka kerja yang terpadu mutlak diperhatikan, terutama pertimbangan pada pengembangan kreativitas, hal ini harus menjadi titik perhatian karena sistem pendidikan memang masih diakui lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberikan perhatian kepada pengembangan kreatif peserta didik. Hal ini terjadi dari konsep kreativitas yang masih kurang dipahami secara holistic, juga filsafat pendidikan yang sejak zaman penjajahan bermazhabkan azas tunggal seragam dan berorientasi pada kepentingan-kepentingan, sehingga pada akhirnya berdampak pada cara mengasuh, mendidik dan mengelola pembelajaran peserta didik.

Kebutuhan akan kreativitas tampak dan dirasakan pada semua kegiatan manusia. Perkembangan akhir dari kreativitas akan terkait dengan empat aspek, yaitu: aspek pribadi, pendorong, proses dan produk. Kreativitas akan muncul dari interaksi yang unik dengan lingkungannya.Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan mengujinya. Proses kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan (motivasi intristik) maupun dorongan eksternal. Motivasi intrinstik ini adalah intelegensi, memang secara historis kretivitas dan keberbakatan diartikan sebagai mempunyai intelegensi yang tinggi, dan tes intellejensi tradisional merupakan ciri utama untuk mengidentifikasikan anak berbakat intelektual tetapi pada akhirnya hal inipun menjadi masalah karena apabila kreativitas dan keberbakatan dilihat dari perspektif intelejensi berbagai talenta khusus yang ada pada peserta didik kurang diperhatikan yang akhirnya melestarikan dan mengembang biakkan Pendidikan Tradisional Konvensional yang berorientasi dan sangat menghargai kecerdasan linguistik dan logika matematik. Padahal, Teori psikologi pendidikan terbaru yang menghasilkan revolusi paradigma pemikiran tentang konsep kecerdasan diajukan oleh Prof. Gardner yang mengidentifikasikan bahwa dalam diri setiap anak apabila dirinya terlahir dengan otak yang normal dalam arti tidak ada kerusakan pada susunan syarafnya, maka setidaknya terdapat delapan macam kecerdasan yang dimiliki oleh mereka.

Undang-undang No.20 tentang sistem pendidikan nasional 2003, perundangan itu berbunyi " warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus". Baik secara tersurat ataupun tersirat UU No.20 tersebut telah mengamanatkan untuk adanya pengelolaan pelayanan khusu bagi anak-anak yang memiliki bakat dan kreativitas yang tinggi.

Pengertian dari pendidikan khusus disini merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan-pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pada akhirnya memang diperlukan adanya suatu usaha rasional dalam mengatur persoalan-persoalan yang timbul dari peserta didik karena itu adanya suatu manajemen peserta didik merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

Siswa berbakat di dalam kelas mungkin sudah menguasai materi pokok bahasan sebelum diberikan. Mereka memiliki kemampuan untuk belajar keterampilan dan konsep pembelajaran yang lebih maju. Untuk menunjang kemajuan peserta didik diperlukan modifikasi kurikulum. Kurikulum secara umum mencakup semua pengalaman yang diperoleh peserta didik di sekolah, di rumah, dan di dalam masyarakat dan yang membantunya mewujudkan potensi-potensi dirinya. Jika kurikulum umum bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan pada umumnya, maka saat ini haruslah diupayakan penyelenggaraan kurikulum yang berdiferensi untuk memberikan pelayanan terhadap perbedaan dalam minat dan kemampuan peserta didik. Dalam melakukan kurikulum yang berbeda terhadap peserta didik yang mempunyai potensi keberbakatan yang tinggi, guru dapat merencanakan dan menyiapkan materi yang lebih kompleks, menyiapkan bahan ajar yang berbeda, atau mencari penempatan alternatif bagi siswa. Sehingga setiap peserta didik dapat belajar menurut kecepatannya sendiri.

Dalam paradigma berpikir masyarakat Indonesia tentang kreativitas, cukup banyak orangtua dan guru yang mempunyai pandangan bahwa kreativitas itu memerlukan iklim keterbukaan dan kebebasan, sehingga menimbulkan konflik dalam pembelajaran atau pengelolaan pendidikan, karena bertentangan dengan disiplin. Cara pandang ini sangatlah tidak tepat. Kreativitas justru menuntut disiplin agar dapat diwujudkan menjadi produk yang nyata dan bermakna. Displin disini terdiri dari disiplin dalam suatu bidang ilmu tertentu karena bagaimanapun kreativitas seseorang selalu terkait dengan bidang atau domain tertentu, dan kreativitas juga menuntut sikap disiplin internal untuk tidak hanya mempunyai gagasan tetapi juga dapat sampai pada tahap mengembangkan dan memperinci suatu gagasan atau tanggungjawab sampai tuntas.

Suatu yang tidak terbantahkan jika masa depan membutuhkan generasi yang memiliki kemampuan menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi dalam era yang semakin mengglobal. Tetapi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia saat ini belum mempersiapkan para peserta didik dengan kemampuan berpikir dan sikap kreatif yang sangat menentukan keberhasilan mereka dalam memecahkan masalah.

Kebutuhan akan kreativitas dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini dirasakan merupakan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam masa pembangunan dan era yang semakin mengglobal dan penuh persaingan ini setiap individu dituntut untuk mempersiapkan mentalnya agar mampu menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Oleh karena itu, pengembangan potensi kreatif yang pada dasarnya ada pada setiap manusia terlebih pada mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dimulai sejak usia dini, Baik itu untuk perwujudan diri secara pribadi maupun untuk kelangsungan kemajuan bangsa.

Dalam pengembangan bakat dan kreativitas haruslah bertolak dari karakteristik keberbakatan dan juga kreativitas yang perlu dioptimalkan pada peserta didik yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Motivasi internal ditumbuhkan dengan memperhatikan bakat dan kreativitas individu serta menciptakan iklim yang menjamin kebebasan psikologis untuk ungkapan kreatif peserta didik di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat.

Merupakan suatu tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia untuk dapat membina serta mengembangkan secara optimal bakat, minat, dan kemampuan setiap peserta didik sehingga dapat mewujudkan potensi diri sepenuhnya agar nantinya dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi pembangunan masyarakat dan negara. Teknik kreatif ataupun taksonomi belajar pada saat ini haruslah berfokus pada pengembangan bakat dan kreativitas yang diterapkan secara terpadu dan berkesinambungan pada semua mata pelajaran sesuai dengan konsep kurikulum berdiferensi untuk siswa berbakat. Dengan demikian diharapkan nantinya akan dihasilkan produk-produk dari kreativitas itu sendiri dalam bidang sains, teknologi, olahraga, seni dan budaya. Amin

http://nadhirin.blogspot.com/2009/03/manajemen-perserta-didik-dalam.html

SISTEM PEMBELAJARAN KBK TERHADAP MOTIVASI

SISTEM PEMBELAJARAN KBK TERHADAP MOTIVASI
BELAJAR PARA PESERTA DIDIK PADA BIDANG STUDI FISIKA

Judul: SISTEM PEMBELAJARAN KBK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PARA PESERTA DIDIK PADA BIDANG STUDI FISIKA
Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan.
Nama & E-mail (Penulis): betha nurina sari
Tanggal: 9/10/2004
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. SISTEM PEMBELAJARAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten dilibatkan secara langsung dalam penyusunan silabus kurikulum berbasis komperensi yang mulai diterapkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam tahun ajaran baru tahun ini.

Menurut Kepala Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Dr.Siskandar , penerapan kurikulum berbasis kompentensi itu sesuai dengan tuntutan perkembangan kondisi negara dan sistem administrasi pemerintahan.

Dr.Siskandar menjelaskan bahwa materi pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK) tidak jauh berbeda dengan kurikulum 1994 yang dpakai sekolah - sekolah pada waktu lalu.Yang membedakan antara kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan kurikulum sebelumnya adalah adanya partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah di dalam menjabarkan materi kurikulum yang bersifat nasional melalui silabus.

Di dalam kurikulum ini , silabus adalah isi kompetensi dan elaborasi (uraian dan rincian) materi pelajaran , pembelajran dan penilaian serta pengalokasian waktu yang disusun sesuai dengan semester dan kelas masing - masing.Silabus juga sebagai bentuk operasional kompetensi dan materi pelajaran pokok sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan serta mengelola kegiatan pembelajaran.

Untuk menjamin bahwa kompentensi dasar yang telah ditentukan dapat dicapai maka perlu prinsip ketuntasan belajar ( mastery learning) dalam pembelajaran dan penilaian.

Sebenarnya KBK itu sendiri adalah kurikulum ideal yang tidak saja akan berhasil meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita , tetapi juga menuntut para praktisi pendidikan khususnya para guru untuk mempersiapkan seluruh potensi dirinya.Tujuan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi ini adalah untuk menghasilkan terjadinya demokratisasi pendidikan.Diharapkan hasil keluaran KBK dapat menciptakan lulusan yang menghargai keberagaman (misalnya dalam perbedaan pendapat , agama , ras maupun budaya). Pengkonstuksian dan penyususnan pengetahuan berlangsung dan dilakukan dari , oleh dan untuk para peserta didik.Dengan demikian , dalam penyusunan rencana pembelajaran , seorang guru harus mampu menyusunnya sehingga kelas dapat berlangsung dalam Susana fun (menyenangkan) , demokratis dan terbuka.

Pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah pendekatan kontruktivisme , sains , teknologi dan pendekatan inquri secara utuh.Keutuhan suatu materi pelajaran tentu parameternya harus komprehensif.Misalnya guru harus cerdas , tepat seta efektif dalam menafsikan dan mengimplementasikan KBK yang menjamin tercapainya kompetensi-kompetensi tamatan.

Dengan ketiga pola pendekatan tersebut di atas , para peserta didik diberikan kesempatan untuk menemukan suatu konsep dengan menggunakan kompetensi yang dimiliki.Ketercapaian penggalian dan penemuan kompetensi , dilakukan oleh peserta didik itu sendiri sehingga mereka mampu menghayati dan mengamalkan untuk bertaqwa kepada Tuhan Yyang Maha Esa , rasa ingin tahu , toleransi , berfikir terbuka , percaya diri ,kasih saying , peduli sesama , kebersamaan , kekeluargaan dan persahabatan.

B. MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK

Kemampuan motivasi adalah kemampuan untuk memberikan semangat kepada diri sendiri guna melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat.Dalam hal ini terkandung adanya unsure harapan dan optimisme yang tinggi , sehingga memiliki kekuatan semangat untuk melakuakan suatu aktivitas tertentu , misalnya dalam hal belajar.Itulah yang disebut dengan motivasi belajar.

Jadi motivasi belajar para peserta didik pada bidang studi fisika adalah kemempuan atau kekuatan semangat untuk melakukan proses belajar dalam bidang studi fisika.Dengan motivasi belajar yang tinggi ,diharapkan para peserta didik akan meraih prestasi belajar fisika yang memuaskan.

C. SISTEM PEMBELAJARAN FISIKA

Fisika merupakan bagian adri Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) , yaitu sutau Ilmu yang mempelajari gejala dan peristiwa atau fenomena alam serta berusaha untuk mengungkap segala rahasia dan hokum smesta.Objek Fisika meliputi mempelajari karakter , gejala dan peristiwa yang terjadi atau terkandung dalam benda - benda mati atau benda yang tidak melakukan pengembangan diri.

Telah diketahui bersama bahwa di aklangan siswa SMU / MA telah berkembang kesan yang kuat bahawa pelajaran Fisika merupakan pelajaran yang sulit untuk dipahami dan kurang menarik.Salah satu penyebabnya adalah kurangnya minat dan motivasi untuk mempelajari Fisika dengan senang hati , merasa terpaksa atau suatu kewajiban.Hal tersebut merupakan akibat kurangnya pemahaman tentang hakikat , kemanfaatan , keindahan dan lapangan kerja dari Fisika.

Belajar Fisika akan menyenangkan kalau memahami keindahannya tau manfaatnya.Jika siswa sudah mulai tertarik baik oleh keindahannya , manfaatnya atupun dari lapangan kerjanya ,mereka akan bisa lebih mudah dalam menguasai Fisika.Maka , motivasi belajar sudah menjadi modal pertama untuk menghadapi halangan atau kesulitan apapun yang akan menghadang ketika sedang belajar Fisika.

Tidak sedikit siswa yang merasa stress ketika akan mengikuti pelajaran Fisika.Hasil - hasil evaluasi belajar pun menunjukkan bahwa nilai rata - rata kelas di raport untuk pelajaran Fisika seringkali merupakan nilai yang terendah disbanding dengan pelajaran pelajaran lain.Tanpa disadari ,para pendidik atau guruturut memberikan kontribusi terhadap factor yang menyebabkan kesan siswa tersebut di atas.Kesalahan - kesalahan yang cenderung dilakukan para guru , khususnya guru Fisika adalah sebagai berikut :

1. Seringkali , Fisika disajikan hanya sebagai kumpulan rumus belaka yang harus dihafal mati oleh siswa , hingga akhirnya ketika evaluasi belajar , kumpulan tersebut campur aduk dan menjadi kusut di benak siswa.

2. Dalam menyampaikan materi kurang memperhatikan proporsi materi dan sistematika penyampaian , serta kurang menekankan pada konsep dasar , sehingga terasa sulit untuk siswa.

3. Kurangnya variasi dalam pengajaran serta jarangnya digunakan alat Bantu yang dapat memperjelas gambaran siswa tentang materi yang dipelajari.

4. Kecendrungan untuk mempersulit , bukannya mempermudah.Ini sering dilakukan agar siswa tidak memandang remeh pelajaran Fisika serta pengajar atau guru Fisika.

Metode pembelajaran tersebut banyak diterapkan di SMU atau MA pada kurikulum sebelum KBK diterapkan.Tetapi metode pembelajran tersebut tak lagi diterapkan pada kurikulum berbasis kompetensi.Malah sebaliknya , siswa diharapkan dapat belajar Fisika dengan mudah , tanpa ada paksaan serta tak lagi merasa suatu kewajiban.Malah belajar Fisika dapat menjadi suatu kegemaran yang menyenangkan dan menarik.

Metode pembelajaran Fisika di SMU atau MA pada kurikulum berbasis Kompentensi seharusnya adalah sebagai berikut :

1) Pengantar yang baik

Dalam memulai suatu pokok bahasan atau bab yang baru , siswa butuh suatu "pengantar" yang baik , agar mereka merasa nyaman dalam menerima transfer ilmu.Pengantar yang dimaksud mencakup gambaran singkat tentang apa yang dipelajari.

2) Start Easy

Saat masuk ke suatu pokok bahasan , sebaiknya diawali dengan pen- jelasan yang sederhana , mudah dicerna , disertai dengan contoh - contoh soal serta soal - soal latihan yang mudah pula.Hal ini penting untuk memberikan kesan "mudah" pada siswa dan menumbuhkan kepercayaan dirinya.

3) Sesuap demi sesuap

Proses pembelajaran hendaknya dilakukan secara bertahap , baik dari segi penyampaian materi maupun dari tingkat kesulitan soal.Hindari penyampaian materi yang banyak sekaligus dalam satu pertemuan , ataupun langsung menguji siswa dengan soal - soal yang sulit sebelum mereka mencoba hal - hal yang mudah terlebih dahulu.

4) Gamblang

Penjelasan suatu konsep Fisika haruslah gambling , jagan biarkan siswa menangkap suatu konsepsecara samar - samar karena ini akan menjadi beban bagi siswa di masa selanjutnya.

Celakanya , inilah yang justru banyak terjadi.Misalnya , pada saat siswa SMU yang abru masuk kita minta untuk menyebutkan bunyi hokum Archimedes , nyaris tidak ada yang mampu menyebutkannya dengan benar.

5) Menyederhanakan dan membatsi

Salah satu hal yang sering dikeluhkan siswa daalah bahwa materi yang diajarkan terasa rumit dan terlalu banyak.Hal ini sangat ironis mengingat beban dari kurikulum sendiri tidak menuntut demikian.Yang terjadi adalah seringkali guru merasa belum puas bila belum mengajarkan materi - materi pengayakan yang sebenarnya tidak tercantum dalam GBPP.Untuk memecahakan persoalaan itu yaitu dengan menyedehanakan dan membatasi bahan materi yang dibahas.

6) Ilustrasi yang membantu pemahaman

Dalam pengajran Fisika penggunaan Ilustrasi merupakan alat yang efektif dalam menanamkan pemahaman pada siswa.

7) Analogi membangun imajinasi

Analogi juga merupakan cara yang efektif dalam membangun imajinasi dan daya nalar siswa .

8) Konsep dan rumus dasar sebagai kunci iggris

Pada saat pembelajaran Fisika , seringkali para guru mengajarkan rumus cepat kepada siswa untuk mengatasi kesulitan dalam memecahkan suatu persoalan .Penggunaan rumus ini justru menampuhkan kemampuan siswa dalam menggunakan konsep dan rumus dasar .

9) Alat Bantu dan eksperimen untuk memperkuat pemahaman

Fisika merupakan ilmu alam , dan dalam mempelajari tentu tak dapat lepas dari eksperimen . Kadang hanya lewat eksperimen , siswa dapat meyakini suatu hal yang sepintas tidak sesuai dengan logika mereka . Selain itu , media elektronik juga baik untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran

10) " Game " untuk membangun suasana

Proses pembelajaran tidak dapat dipaksakan bila kondisi siswa sudah jenuh . Hal tersebut diatasi dengan mengadakan " game " dimana siswa diberi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang sudah diajarkan .

11) Soal-soal standar untuk melatih skill

Dalam menghadapi evaluasi belajar , selain diperlukan pemahaman konsep juga dibutuhkan keterampilan menjawab soal . Keterampilan ini dapat ditingkatkan dengan banyak latihan mengerjakan soal-soal fisika .

D. PRESTASI BELAJAR FISIKA

Prestasi belajar merupakan suatu gambaran dari penguasaan kemampuan para peserta didik sebagaimana telah ditetapkan untuk suatu pelajaran tertentu.Setiap usaha yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran baik oleh guru sebagai pengajar , maupun oleh peserta didik sebagai pelajar bertujuan untuk mencapai prestasi yang setinggi - tingginya.

Prestasi belajar dinyatakan dengan skkor hasil tes atau angak yang diberikan guru berdasarkan pengamatannya belaka atau keduanya yaitu hasil tes serta pengamatan guru pada waktu peserta didik melakukan diskusi kelompok.

Berdasarkan batasan pengertian prestasi belajar tersebut , dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar Fisika adalah hasil yang telah dicapai siswa melalui suatu kegiatan belajar Fisika.Kegiatan belajar dapat dilakukan secara individu maupun dan secara kelompok.

http://re-searchengines.com/art05-57.html

PERAN KERJA SISWA DALAM MENGUPAYAKAN PENDIDIKAN MENJADI NOMER SATU

PERAN KERJA SISWA DALAM MENGUPAYAKAN PENDIDIKAN MENJADI NOMER SATU

Judul: PERAN KERJA SISWA DALAM MENGUPAYAKAN PENDIDIKAN MENJADI NOMER SATU
Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian KESISWAAN / STUDENTS & LEARNING.
Nama & E-mail (Penulis): BHINUKO WARIH DANARDONO
Saya Mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta semester 8
Topik: PERAN KERJA SISWA DALAM MENGUPAYAKAN PENDIDIKAN MENJADI NOMER SATU
Tanggal: 14 September 2006


Di sini kita ketengahkan mengenai bagaimana peran kerja murid dalam mengupayakan pendidikan ini agar pendidikan adalah nomer satu. Memang dari hal ini pentingnya pendidikan itu sangat memberikan makna yang kompeten karena didasari oleh kemampuan pola pikir murid dan juga kepribadian murid. Arti penting pendidikan itu adalah membawa sebuah kebanggaan tersendiri seperti misalnya prestasi-prestasi di sekolah, prestasi dalam tim olimpiade di luar negeri dengan prestasi ini maka murid akan membawa nama harum bangsa kita. Persolan-persoalan dalam dunia pendidikan ini sangat mengacu sekali pada kemampuan daya berpikir murid dari satu murid ke murid lainnya oleh karena ini kita akan tahu mana murid yang berprestasi dan mana murid yang tidak berprestasi.

Upaya pemerintah dalam menindak lanjuti tentang pendidikan itu pemerintah lebih melihat siswa itu dari segi sektor pergulan pendidikan dan sifat dan karakteristik murid dalam kesehariannya. Dari sini sektor pergaulan itu ada 3 yaitu pergaulan di lingkungan rumah, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah begitu juga dengan sektor pendidikan juga sama kalau sektor pendidikan dibagi 3 yaitu pendidikan dirumah, pendidikan di masyarakat dan pendidikan di sekolah. sebelum kita berlanjut ke hal berikutnya kita bahas terlebih dahulu yang pertama mengenai sektor pergaulan, sektor ini dibagi 3 yaitu dirumah,di masyarakat dan di sekolah. sektor pergaulan dirumah yaitu bagaimana dia bergaul berkomunikasi dengan keluarganya apakah dia nyaman, dapat kasih sayang ,dukungan atau tidak oleh keluarganya dalam hal ini kakak adik ayah dan ibu karena dari sektor pergaulan dirumah inilah nantinya anak ini bisa maju dan berhasil. pergaulan di masyarakat apakah dia bisa beradaptasi di masyarakat atau tidak karena masyarakat adalah kuncinya manusia itu bisa berkembang dan punya banyak teman dan juga punya rasa sopan santun, hormat menghormati dan lain sebagainya.

Sektor pergaulan di sekolah antara lain apakah dia bisa beradaptasi tidak dengan orang lain yan sama sama bersekolah disekolahnya. Sektor pendidikan ada 3 yaitu dirumah, dimasyarakat dan di sekolah. Sektor pendidikan dirumah antara lain dapat bimbingan pengajaran dari orang tua tentang didikan ajaran baik dan buruknya dan juga yang lain, sektor pendidikan dimasyarakat antara lain menyangkut tentang tata krama atau sopan santun terhadap orang yang lebih tua dan lain sebagainya, sektor pendidikan di sekolah antara lain belajar hormat menghormati dan berkumpul atau bergaul. Dari beberapa sektor yang sudah dibahas satu persatu ini dapat disimpulkan bahwa manusia itu tak luput dari orang lain dan manusia itu tidak bisa individu karena manusia itu diciptakan oleh Allah itu untuk bersama sama dengan orang lain.

Murid adalah junjungan yang patut dibanggakan karena kalau muri berprestasi dan dan meraih gelar maka murid dapat membawa nama baik keluarga masyarakat dan juga negara tercinta kita ini.Kita tahu banyak generasi mudah sekarang ini yang senangnya hura-hura yaitu sering mabuk-mabukkan dan ngedrugs, sering tawuran, berkelahi, dan lain,lain halnya. Dengan perilaku generasi mudah kita ini maka negara kita ini yang terlalu banyak dilecehkan oleh negara lain dan negara kita ketinggalan oleh negara lain mengenai permasalahan pendidikan ini. kita ini lemah karena ada barang baru masuk ke Indonesia pun ikut mencoba-coba misalnya yang tadi miras dan obat obatan terlarang ini yang beredar sekarang .

http://re-searchengines.com/0906bhinuko2.html

PAKEM sebagai Pembelajaran Konvensional Memantapkan Identitas Guru

Artikel:
PAKEM sebagai Pembelajaran Konvensional Memantapkan Identitas Guru

Judul: PAKEM sebagai Pembelajaran Konvensional Memantapkan Identitas Guru
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian SISTEM PENDIDIKAN / EDUCATION SYSTEM.
Nama & E-mail (Penulis): Muh. Syukur Salman
Saya Guru di Parepare
Topik: PAKEM
Tanggal: 30 Desember 2008
Seiring dengan perkembangan zaman serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, maka tak bisa ditawar keharusan untuk terus mengadakan pembaharuan disegala lini kehidupan. Terutama sekali yang bersentuhan langsung dengan kemajuan Iptek itu sendiri, yakni Pendidikan. Sistem yang ada di dalam pendidikan harus terus mengadakan "mutasi" kearah yang positif demi mendukung sinergitas dengan kemajuan tadi. Pembelajaran di dalam kelas sebagai suatu sub system yang sangat penting dalam pendidikan tak ayal harus berbenah juga.

Berbagai teknik pembelajaran, baik itu metode, pendekatan, maupun tata cara atau aturan dalam pembelajaran gencar ditelorkan demi menghasilkan transfer pengetahuan dari guru ke siswa yang lebih optimal. Salah satu yang sangat gencar diperkenalkan dan dilatihkan adalah Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (Pakem). Hakikat Pakem sebenarnya adalah memberi rasa nyaman dan betah siswa (anak didik) dalam menerima pelajaran. Oleh karena itu Pakem sangat memperhatikan keinginan atau kegemaran anak, yakni bermain. Pembelajaran diolah sedemikian rupa sehingga terdapat unsur permainan di dalamnya. Mulai pembelajaran dalam bentuk lomba, kerjasama atau diskusi, sampai pembelajaran yang dilakukan di luar kelas.

Kemunculan Pakem sebenarnya disebabkan adanya indikasi bahwa siswa jenuh terhadap pembelajaran yang selama ini diterapkan. Pembelajaran yang monoton (tidak kreatif), hanya mendengarkan guru berceramah (pasif, tidak aktif), kurangnya transfer ilmu yang dapat bertahan lama pada siswa (tidak efektif), dan terakhir tentu saja sangat membosankan (tidak menyenangkan). Demikianlah nuansa pembelajaran yang kebanyakan dilakukan oleh guru selama ini. Pembelajaran yang demikian itu, yang selama ini banyak dilakukan, disebutlah sebagai pembelajaran konvensional.

Jika kita berbicara tentang pembelajaran yang konvensional, maka akan terasimilasi pada pembelajaran yang negatif, dalam arti sebaiknya tidak dilakukan lagi. Jika kita bertanya kepada seorang guru atas pilihannya antara Pakem dan pembelajaran yang konvensional tadi, maka dapat dipastikan jawabannya akan memilih Pakem, meskipun nyata-nyata dalam keseharian di sekolah, guru tersebut mempraktekkan pembelajaran yang konvensional tadi. Jika kita kembali menanyakan tentang "keengganannya" mengaplikasikan Pakem, maka dapat saja dia mengatakan bahwa tanpa Pakem pun pembelajaran dapat terlaksana dan lebih mudah pelaksanaannya.

Bukan karena ketidaktahuan mereka terhadap aplikasi Pakem di kelas, tapi lebih disebabkan unsur mudah dan sukarnya pembelajaran itu diterapkan. Lalu, mengapa pembelajaran yang "konvensional" tadi mudah diterapkan dan Pakem terasa sangat sulit untuk diaplikasikan? Sesuatu yang selalu atau berulang-ulang kita lakukan pastilah akan terasa mudah bagi kita untuk mengerjakannya. Hal ini pulalah yang terjadi pada pembelajaran yang dikatakan konvensional tadi. Hampir setiap hari guru melakukan pembelajaran dengan teknik dan metode yang begitu-begitu saja, maka terasa kemudahan dalam penerapannya. Sedangkan Pakem, mendengarnya saja mungkin ada di antara guru kita yang sudah membayangkan kesulitan yang dihadapi nantinya di kelas.

Jika kita kembali untuk mengamati secara lebih teliti pembelajaran yang selama ini menjadi kegandrungan guru dalam menerapkannya, maka akan membuat kita bertanya-tanya, dimana fungsi didaktik dan metodik yang selama ini kita sebagai guru telah fahami dalam pendidikan keguruan, karena tanpa unsur didaktik dan metodik sekalipun pembelajaran konvensional tadi dapat terlaksana. Jika demikian, pada akhirnya akan kita sepakati bahwa meski bukan seorang guru sekalipun pembelajaran yang konvensional tadi, akan dapat terlaksana. Lalu, dimana profesionalitas kita sebagai guru? Kemana kemampuan lebih kita dalam proses pembelajaran dibanding yang bukan guru? Apa hanya dengan memikirkan mudah dan sukarnya penerapan itu, kita korbankan identitas guru kita?

Mari kita tarik benang merah terhadap persoalan di atas. Bahan kita adalah, bahwa Pakem sebenarnya bukanlah pembelajaran yang benar-benar baru bagi guru. Sejak dalam penggodokan di sekolah keguruan kita telah menerima berbagai kiat dalam menggairahkan suasana kelas sehingga siswa belajar atau kemauannya sendiri dan pada akhirnya pengetahuan yang diperolehnya akan bertahan lama. Selain itu, guru tentu lebih banyak tahu teknik dalam menggairahkan siswa dalam proses pembelajaran. Hanya dengan sedikit berpikir (sesuatu yang harus selalu ada pada diri guru) mereka akan mampu menemukan sinkronisasi antara materi yang akan diajarkan dengan teknik yang menggairahkan siswa (Pakem). Lalu, bagaimana kita dapat menerima tantangan bahwa teknik konvensional tadi lebih mudah? Gampang! Jadikan Pakem menjadi pembelajaran yang konvensional, maka jadilah dia (Pakem) itu mudah dilaksanakan. Mulailah hari ini kita terapkan Pakem di kelas kita. Sulit? Bulatkan tekad kita untuk menjadi guru yang benar-benar guru, sehingga kesulitan yang memang biasa dialami jika awal kita melaksanakan tidak akan terasa. Esok hari dan seterusnya, Pakem menjadi pilihan utama kita dalam pembelajaran di kelas, maka jadilah Pakem sebagai pembelajaran yang Konvensional.

Pakem sebagai pembelajaran konvensional tentu saja tidak lagi terkesan negatif, justru akan lebih baik. Pakem dianggap oleh guru sebagai pembelajaran yang mudah direalisasikan dalam pembelajaran di kelas bahkan setiap hari sekalipun. Pakem sebenarnya meneguhkan identitas kita sebagai guru. Seorang guru harus mampu memilih atau berkreasi sendiri atas metode yang akan dilaksanakan sehingga proses trasfer pengetahuan berjalan dengan baik. Guru harus mampu memanfaatkan atau membuat sendiri peraga yang akan digunakan dalam proses pembelajaran demi perhatian siswa dan lebih memudahkan konsep materi yang akan ditransfer. Guru harus mampu mengelola kelas agar bergairah dan menyenangkan siswa. Kesemua kemampuan itu tentu saja hanya dapat dipunyai dan diaplikasikan oleh seorang guru. Oleh karena itu mari kita mantapkan identitas kita sebagai guru dengan mengaplikasikan Pakem sebagai pembelajaran konvensional yang kita gandrungi. Sekian

http://re-searchengines.com/syukur1208.html

E-Learning Belum Bisa Gantikan Sistem Kelas

E-Learning Belum Bisa Gantikan Sistem Kelas
Wednesday, November 05, 2008 22:09:00
Rabu, 05 2008 22:09 WIB

E-Learning Belum Bisa Gantikan Sistem Kelas

SURABAYA--MI: E-learning atau pembelajaran virtual masih sebatas kebutuhan sekunder semata, sehingga belum mampu menggantikan sistem kelas seutuhnya.

Di Jepang, e-learning hanya berupa alat bantu bagi dosen dan mahasiswa, sehingga belum dapat menggantikan sistem kelas biasa, kata staf pengajar dari Kumamoto University Jepang, Prof.Toshihiro Kita di Surabaya, Rabu.

Menurut dia, e-learning tidak bertujuan mengganti sistem kelas, tapi hanya semacam alat tambahan untuk menyampaikan materi.

Pihaknya mengaku telah melakukan riset mengenai e-learning di universitas, namun tren ini dianggap masih bertahan di era selanjutnya. Bahkan meskipun berbagai model e-learning telah banyak dikembangkan, namun pembelajaran melalui kelas masih dianggap yang terbaik.

Di universitas Kumamoto sendiri, katanya, baru sekitar sepuluh persen dari jumlah pengajarnya yang sudah memanfaatkan konsep ini. Namun jumlah ini tidak menunjukkan rendahnya penggunaan kelas virtual di kampusnya.

Bagaimana pun, ujarnya, penggunaan e-learning di tingkat mahasiswa dirasakan sangat perlu. Nanti akan terjadi timbal balik. Jika mahasiswa banyak yang menggunakan e-learning, para dosen juga akan terdorong untuk memakainya, katanya.

Sementara itu, staf pengajar Teknik Elektro ITS, Prof.Dr.Ir Achmad Jazidie M.Eng berharap agar e-learning ini segera dapat diterapkan di ITS. Namun sebelum penerapan secara global, ITS harus menyiapkan satu badan khusus yang akan mengelola e-learning ini.

Menurut dia, hal ini tidak sulit dilakukan mengingat ITS sudah mempunyai P3AI (Pusat Pengembangan Pendidikan dan Aktivitas Instruksional). Sekarang P3AI ini yang bertanggung jawab untuk learning process, mungkin e-learning ini kelak masuk di bawahnya, katanya. (Ant/OL-03)

Sumber: Media Indonesia Online
http://www.mediaindonesia.com/index.php?ar_id=NDE3NzY=

Proses Pembelajaran di Kelas (Sebuah Realita)

Proses Pembelajaran di Kelas (Sebuah Realita)


Oleh
Ni Made Suciani


Memasuki minggu pertama hari efektif sekolah, para siswa baik siswa lama maupun baru di sebuah sekolah akan banyak bertemu dengan hal-hal baru seperti guru baru, pelajaran baru, buku baru dan lain sebagainya. Banyak di antara mereka berharap bahwa guru baru yang mengajar mereka memiliki cara mengajar yang menyenangkan, sehingga mereka menjadi senang dengan pelajaran tersebut. Banyak sekali harapan-harapan mereka ketika baru pertama kali memasuki masa belajar, terutama bagi siswa yang memiliki minat tinggi dalam belajar. Tetapi di balik semua itu pernahkah sekolah memikirkan hal-hal seperti itu? Karena sesungguhnya bagaimanapun promosi terhadap sebuah sekolah, tidak akan ada artinya selama proses belajar mengajar tidak mampu menciptakan suasana yang menyenangkan bagi siswa. Seperti misalnya ketika KBK dimunculkan para guru memberikan tugas kepada siswa untuk belajar sendiri melalui buku yang telah diberikan dengan cara meringkas, tetapi setelah usaha yang dilakukan siswa tersebut dengan susah payah tidak mendapat umpan balik dari gurunya. Lama kelamaan siswa menjadi bosan belajar, sehingga dapat menimbulkan frustasi anak dalam belajar. Terkadang ada juga guru yang menceramahi siswanya dari awal sampai akhir tanpa memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan ide dan kemampuan siswa itu sendiri.
Penjaminan kualitas sebuah sekolah sangat ditentukan oleh bagaimana proses belajar mengajar yang terjadi didalamnya. Tetapi hal ini tidak pernah disadari oleh masyarakat pada umumnya. Mereka hanya melihat sebuah sekolah dari sisi input dan outputnya. Jika sebuah sekolah mampu mendapatkan siswa yang kemampuan akademisnya menengah ke atas, serta menghasilkan anak-anak yang memiliki Nilai Ujian Nasional di atas rata-rata maka mereka akan menilai bahwa sekolah tersebut berkualitas. Ibarat sebuah perusahaan yang memilah-milah produknya sebelum dipasarkan antara yang cacat dan yang bagus, perusahaan tersebut mempertahankan mutunya dengan melihat produknya. Tetapi pekerjaan seperti itu sangat sedikit kontribusinya terhadap peningkatan kualitas perusahaannya, karena hanya dengan menyortir produknya di samping memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, kegiatan itu tidak banyak berpengaruh terhadap peningkatan kualitas perusahaan.
Begitu pula dalam dunia pendidikan di sekolah. Apapun kemasan kurikulumnya, sesungguhnya yang menjadi pusat keinginan pemerintah adalah ingin meningkatkan proses pembelajaran di kelas. Seperti halnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sekarang ini yang sesungguhnya merupakan embrio dari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Salah satu tujuannya adalah bagaimana sebuah konsep dari suatu materi pelajaran dapat diajarkan kepada siswa, agar siswa kompeten terhadap konsep dan materi tersebut. Salah satu cara sederhana untuk melihat apakah siswa sudah kompeten dengan apa yang diajarkan oleh guru atau tidak adalah dengan melihat siswa mampu menjawab pertanyaan tentang materi yang diajarkan ketika berselang waktu sebulan, setahun bahkan sampai bertahun-tahun. Maka siswa dapat dikatakan kompeten. Hal ini hanya akan dapat tercapai jika siswa diberikan proses pembelajaran yang tepat yaitu mulai dari penanaman konsep yang baik sampai dengan pembinaan keterampilan yang optimal.
Hal inilah yang perlu mendapat perhatian khusus dari sekolah, jika ingin meningkatkan kualitas sekolahnya. Dari tingkat manajemen, sekolah seharusnya memperhatikan aktivitas apa yang seharusnya dilakukan oleh guru dalam mempersiapkan proses pembelajaran di kelas. Hal ini biasanya dapat dilihat pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh gurunya di mana di dalamnya terdapat langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pada kegiatan awal ini seharusnya guru melakukan penggalian informasi terhadap pengatahuan yang dimiliki oleh siswa terhadap materi yang akan dipelajari. Selain itu yang terpenting adalah guru mampu membuka alam fikiran siswa untuk masuk ke materi dengan memberikan cerita atau contoh-contoh kejadian nyata yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang merupakan manfaat dari belajar tentang materi yang akan dibahas. Dengan demikian muncul ketertarikan siswa dalam belajar. Pada kegiatan inti, seharusnya dibuat scenario bagaimana pengalaman belajar siswa yang akan diperoleh di kelas, sehingga pengalaman itu akan melekat selama hidupnya yang menyebabkan ia kompeten terhadap materi yang diajarkan oleh guru. Sedangkan pada kegiatan akhir harus dilakukan penarikan kesimpulan bersama-sama serta tanya jawab untuk meyakinkan apakah materi yang sudah diajarkan dapat dikuasai oleh siswa atau belum. Sebenarnya ketiga kegiatan ini sudah tidak asing lagi bagi para guru, tetapi dalam pelaksanannya masih jarang guru mempraktekkannya. Sehingga itu hanya menjadi sebuah teori belaka. Oleh karena itu bagaimana siswa dapat kompeten terhadap materi yang diberikan, karena guru sendiri dalam menjalankan aktivitasnya hanya sebatas teori saja. Guru banyak yang tidak mengaktualkan segala teori dan strategi dari proses belajar mengajar yang telah diketahuinya.
Selain itu sekolah juga harus memberi perhatian dan memfasilitasi guru dalam pengadaan media atau alat peraga yang mereka butuhkan dalam mengajar sesuai dengan skenario yang dibuat di dalam kelas. Di samping itu sekolah hendaknya memberikan penghargaan secara finansial kepada guru yang telah berbuat demikian, karena ini akan memberikan dampak positif kepada guru-guru yang lain. Seperti penulis amati di Malaysia, sebelum pembelajaran dimulai di sebuah TK, ketika para murid belum datang, sudah ada dua orang guru di dalam kelas yang sedang mempersiapkan alat/media pembelajaran dan mendesain ruangan sesuai materi yang akan diajarkan. Dan kegiatan ini berlangsung setiap hari, jadi bukan karena kebetulan. Nah, kapankah hal itu akan terjadi di negara kita, sehingga kita akan mampu mengejar ketinggalan dalam pendidikan dibandingkan dengan negara yang pernah menjadi murid dari negara kita?
Pada tingkat akademis kepala sekolah seharusnya melakukan supervisi kepada gurunya dalam proses pembelajaran di kelas. Sudah tentu supervisi ini harus disosialisasikan sebelumnya kepada para guru agar guru dapat memahami bahwa supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah adalah tujuannya untuk memperbaiki proses pembelajaran. Karena bagaimana proses belajar mengajar dapat ditingkatkan kualitasnya apabila tidak pernah dilakukan supervisi terhadapnya. Apabila kepala sekolah karena kesibukannya tidak dapat melaksanakan tugas tersebut, sebaiknya dibentuk tim di sekolah atau kelompok guru serumpun yang saling dapat mensupervisi temannya. Fenomena yang terjadi sekarang ini adalah pada umumnya guru tidak suka diamati kalau sedang mengajar, karena mereka menganggap sedang dimata-matai. Padahal inilah sebuah proses untuk dapat dilakukan penjaminan terhadap mutu pendidikan di sebuah sekolah. Untuk tingkat sekolah yang seharusnya melakukan supervisi adalah pengawas sekolah. Sepatutnya Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota memberdayakan para pengawas agar melakukan tugasnya secara optimal sehingga tercipta iklim yang saling mendukung dalam mewujudkan kualitas pembelajaran.


Penulis
Ni Made Suciani
Widyaiswara LPMP Bali

http://sucianimade.blogspot.com/2009/02/artikel-proses-pembelajaran-di-kelas.html